Kamis, 06 Februari 2014

TUKANG CUKUR DAN KURSI GOYANG [edited]

Diposting oleh Camelia di Kamis, Februari 06, 2014 0 komentar
Jam dinding menunjukkan pukul 09.10 di warung cukur rambut Kang Abu. Dilebihkan 10 menit dari waktu asli, aku sudah hapal. Kang Abu tak pernah terlambat membuka tempat cukurnya setiap hari. Saat jam dinding di warung itu menunjukkan pukul 9 tepat, kau akan jumpai kang Abu mulai membuka tirai warungnya. Lalu jam 9.10, tepat sama dengan pukul 9 di arlojiku, warung itu sudah siap menerima pelanggan. Pelanggan di warung cukur Kang Abu biasanya tetap itu-itu saja, namun belakangan warungnya menjadi terkenal. Sepertinya ada pelanggan yang membocorkan keunggulan warung cukur Kang Abu.

Warung cukur Kang Abu bukan warung cukur elite bergaransi. Warungnya hanya merupakan ruang tamu rumahnya yang sederhana. Sudah berdinding tembok, namun masih berlantai ubin. Jika kukatakan aku adalah pelanggan setia warung cukur Kang Abu, aku tidak berbohong. Sejak aku mengenal warung cukurnya 5 tahun silam, aku tidak pernah cukur di tempat lain selain di warung kang Abu. 

Warung kang Abu memiliki kelebihan yang hanya diketahui pelanggannya, karena memang tidak diumumkan. Kelebihan pertama dari warung ini adalah tukang cukurnya, kang Abu itu sendiri. Dia orang yang sederhana, sudah banyak beruban. Badannya pendek namun tegap, gerakannya sigap, tapi tetap tidak menutupi fakta bahwa ia sudah tua. Ia dapat menyelesaikan cukur rambut dengan cepat. Tentu saja dengan lambat juga bisa, tergantung pesanan. Kelebihan kang Abu dibanding pencukur rambut yang lain adalah dia merupakan pendengar yang baik bagi pelanggannya. Warung cukur kang Abu memiliki pelayanan 'curhat' bagi pelanggannya, tentang apapun. Pelayanan inilah yang menjadi kelebihan warung cukur Kang Abu. Itu pula sebabnya pelanggan warung cukur ini selalu tetap. Bukan karena hasil cukurannya buruk, melainkan karena semua pelanggan enggan membagi porsi cukurnya dengan orang lain. Jika pelanggan kang Abu tidak bertambah, maka masih ada waktu cukup untuk mereka curhat. Namun entah mengapa seperti yang aku bilang, pelanggan kang Abu semakin bertambah. Hal ini tentu saja mengancam pelanggan-pelanggan lama sepertiku. Walau telah lama menjadi pelanggan kang Abu, ia tak akan pilih kasih. Pelanggan yang datang duluan, akan dilayani duluan. Tidak ada sistem pesan tempat, jika ada, sudah kugunakan layanan itu dari kemarin. Alhasil aku harus menunggu warung kang Abu buka. Aku menunggu di luar warung 10 menit yang lalu. Belum ada pelanggan lain. Satu keuntungan bagiku. Tentu saja, biasanya laki-laki pergi bekerja jam segini. Inipun aku sengaja bolos kuliah pagi demi cukur rambut.

Sejujurnya, tentu bukan cukur rambut alasanku datang ke warung kang Abu. Seperti juga pelanggan-pelanggan yang lain, kami cukur karena ingin curhat. Aku masih bertanya-tanya, kenapa kang Abu tidak buka kedai konsultasi saja sekalian? Kerja cukurnya sebagai sampingan.Biasanya, kang Abu akan duduk di kursi dekat pintu menunggu pelanggan datang. Pagi ini tidak, karena ia melihatku berjalan mendekat. Sengaja aku tidak menunggu di depan pintu sejak 10 menit yang lalu. Aku tidak ingin mengganggu ritual paginya menyiapkan peralatan cukur, jadi aku menunggu di angkringan seberang jalan sambil minum kopi.

"Wah, gasik sekali, mas!" Sapa kang Abu ramah.
"Iya, kang! Butuh cukur." Jawabku.

Walau dari umurnya ia lebih pantas dipanggil pak, aku memanggilnya kang. Sudah julukan. Sekali dipanggil kang, sampai tua tetap dipanggil kang. Seperti mbak Darmi penjual sayur keliling, semua orang memanggilnya mbak, dari orang tua hingga anak-anak. Sudah julukan.

"Ya mangga, duduk dulu. Saya buatkan coklat panas." Ini satu lagi kelebihan warung ini, ada minuman gratis, coklat. Pernah aku bertanya, "Mengapa coklat, bukan yang lain?". Dia cuma menjawab, "Biar tenang". Dia paham betul semua pelanggannya sedang butuh curhat, selain potong rambut tentunya. Maka jika kau edarkan pandangan ke sekililing ruangan, kau cuma akan mendapati satu meja cukur dan kursi, selain itu peralatan cukur.

Kang Abu cuma menyediakan satu tempat untuk satu pelanggan. Jika pelanggan lain datang, maka dipersilahkan menunggu di luar sambil minum coklat. Privasi, itu yang selalu dijaganya. Keuntungan curhat pada Kang Abu adalah, ia dapat dipercaya. Aslinya memang tidak banyak bicara. Bicara seperlunya saja. Ia sering punya solusi untuk masalah pelanggan, dan saat ia tak punya solusi, ia punya senyum dan segelas coklat tambahan. Semua pelanggan sudah paham.

"Mau dicukur bagaimana?" tanyanya.
"Biasa aja, kang." jawabku.

Ketika kang Abu baru memulai cukurnya, seorang bapak menyelonong masuk.
"Kang, boleh saya duluan yang cukur?" Terlihat tergesa, terlihat panik.
"Izinnya ke mas Andi ini, saya cuma tugas nyukur." Kata kang Abu sambil tersenyum.

Lalu bapak itu memandangku, ragu. Sepertinya segan. 
"Silahkan, pak. Saya bisa menunda." Bukan basa basi, memang bisa menunda.

Aku cuma hendak curhat tentang pasangan hidup. Sepertinya si bapak sedang sangat butuh solusi."Terimakasih banyak ya, dik. Terimakasih.. terimakasih.." Bapak itu terus menerus berterima kasih."Iya, pak. Nggak apa-apa. Saya nunggu di luar ya, kang!" kataku seraya berjalan menuju pintu. Lalu sekali lagi si bapak mengucap terimakasih. Kang Abu lagi-lagi cuma tersenyum.

Sekitar 10 menit bapak itu cukur. Lalu tibalah giliranku. Wajahnya sudah cukup tenang, walau mimiknya masih serius. Saat berpapasan, dia kembali berterimakasih padaku, dan aku menjawab dengan jawaban yang standar, "Sama-sama."Bapak itupun berlalu."Nah, saya lanjutkan lagi nyukurnya.", ucap kang Abu setelah aku duduk di kursi dan dipakaikan kain penutup. Sebenarnya, aku pingin sekali tanya tentang masalah bapak tadi, tapi tentu saja tidak mungkin. Kang Abu tidak mungkin mau cerita.

Guntingan kedua di rambutku, dan aku mulai bercerita tentang kegalauanku memilih pasangan. Ceritaku tak lama, dan sudah tak terlalu mendramatisir karena sudah cukup tenang. Efek coklat? Mungkin. Sugesti? Mungkin juga. Karena kali ini aku mendapat jawaban dari curhatku, aku tidak dapat tambahan coklat, tapi aku tetap dapat senyuman kang Abu.

Setelah pamit, aku berjalan pulang ke kos. Tentang masalahku, sudah ada solusi. Sudah tenang. Justru aku kepikiran tentang bapak tadi. Masalah apa yang membuatnya begitu terburu-buru? Jika dipikir-pikir, wajahnya cukup familiar.

******************************************************************
Kurebahkan badan di kamar kos sore ini. Sekarang sudah benar-benar lega, sudah jelas keputusanku tentang pasangan hidup. Kuambil koran kemarin yang belum jadi kubaca. Mataku tertuju pada satu artikel. Sontak aku memandang foto yang jelas terpampang.

Aku terduduk. Aku ingat bapak tadi! Dia pengusaha yang akhir-akhir ini sering disebut namanya karena perusahaannya terancam bangkrut. Aku terkesima dengan ketenaran kang Abu. Jaringan pelanggannya luas.

"Kenaikan dolar saat ini memang mengancam perusahaan saya. Tapi saya masih berusaha menanganinya."

Kubaca artikel tersebut, tapi tetap tidak menjawab pertanyaanku, mengapa dia konsultasi pada kang Abu? Apa masalahnya?Hari menginjak malam, masih terlalu dini untuk tidur. Aku pun memilih online. Masih penasaran, kucari nama pengusaha tadi di search engine. Kutelusuri, yang ada hanya kisah-kisah tentang usahanya. Ternyata dia sudah cukup sering diberitakan, dari yang hangat bulan-bulan lal karena kesuksesannya, hingga yang baru-baru ini karena perusahaannya terancam. Aku masih penasaran. Rasanya tidak mungkin seorang pengusaha meminta solusi bagaimana memperbaiki perusahaan pada kang Abu. Lalu kutemukan alamat twitternya. Aku mencoba bertanya. Ku follow, lalu kukirimkan Direct Message. Tidak yakin dia akan menjawabnya. Seharusnya aku kirim email saja. Ah, tapi berlebihan. Hingga larut malam aku menunggu dan dia tetap tidak menjawab. Sialnya, kebiasaanku adalah tidak bisa tidur saat penasaran. Alhasil, aku terbangun hingga pagi menunggu balasan dari bapak itu. Sangsi sebenarnya mentionku akan dibalas, tapi aku tetap menunggu. Kubaca buku filsafat ilmu sambil menunggu, berharap mengantuk. Nyatanya tidak.

Beberapa jam berlalu. Aku cek twitter, tidak ada jawaban. Ah, sudah pukul 2 pagi! Mungkin sebaiknya aku pergi ambil wudhu. Shalat malam. Salah satu solusi dari beberapa solusi yang ditawarkan kang Abu. Selesai shalat, kembali kupantengi twitter. Susah memang menahan penasaran.

Hei! Ada balasan! Buru-buru kubaca balasannya. Ia mengirimkan sebuah link yang menggiringku pada sebuah catatan.

Kepada dik Andi yang penasaran akan saya. Sesungguhnya saya tak ingin banyak bercerita.  Hanya karena saya masih berterimakasih pada anda, makanya saya ceritakan sedikit. Bukan masalah perusahaan yang saya khawatirkan, tapi masalah janji. Janji saya pada orang tua saya bahwa saya tidak akan pulang ke rumah hingga saya sukses merajai pasar Indonesia. Karena janji saya ini, saya jadi nelangsa karena tidak pulang saat ibu saya meninggal. Jika perusahaan saya bangkrut, saya terancam tidak dapat pulang selamanya. Ketakutan itu membayangi saya. Saya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Ayah saya sudah tua. bahkan saya tak tahu keadaannya.

Dengan perasaan campur aduk, hari ini saya pulang. Lalu saya bertemu dengan anda. Ayah saya hanya berkata, "Seorang lelaki tidak melanggar janjinya. Hari ini, kau adalah pelangganku. Anakku akan pulang jika sudah sukses merajai pasar Indonesia." Ia menganggap saya pelanggan hari ini, bukan anak. Maka saya tidak boleh pulang hingga aku sukses. Saya menceritakan ini semata-mata karena rasa terimakasih dan kepercayaan saya.

Aku tetap tidak percaya walau kubaca berulang-ulang postingan itu. Aku semakin tidak bisa tidur, hingga adzan subuh berkumandang. Aku shalat.

Pukul 9 tepat aku kembali ke warung kang Abu. Dia tersenyum menyambutku.

"Potongannya salah?" tanyanya.
"Tidak, kang. Mau merapikan sedikit rambut depan." Sebenarnya tidak, aku ingin bertanya.

Ada yang lain saat memasuki warung cukur kang Abu. Ada kursi goyang, berwarna cokelat dengan ukiran naga di kaki kursinya.

"Baru, kang?" tanyaku.
"Itu hadiah dari anakku."
"Hooo..." Lalu aku terdiam. Tak bisa bertanya apapun. Tidak cerita apapun. Hanya diam. Kang Abu pun diam.
"Sudah selesai." Katanya sambil berlalu menuju dapur. dan akupun mendapat segelas lagi coklat panas gratis.

============================

nb. Ini cerpen oneshot, pernah aku share di facebook pribadiku. Bikinnya abis maghrib smp pukul 20.47. 
Aku membuat tantangan untuk diriku sendiri: Mencoba membuat cerpen dari judulnya dulu. Masih terasa ada yang mengganjal. Mangga teman2 memberi masukan, mungkin tau apa yg kurang sedap. Terimakasih~

Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/

0 komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D

[Semacam Review Buku] Ketika Orang Tua Tak Lagi Dihormati

Diposting oleh Camelia di Kamis, Februari 06, 2014 0 komentar
Tiba-tiba ingat dengan buku lamaku. Buku nonfiksi kedua yang kumiliki. Judulnya Ketika Orang Tua Tak Lagi Dihormati karangan H. A. Fulex Bisyri. Sebenernya ini bukan review. Ini hanya kata-kata yang aku suka dari buku itu.

ini salah satu isi dalam buku tersebut, 
ikhwan: lelaki muslim
akhwat: wanita muslim

Cerita Ibu tentang Ikhwan Sejati
Seorang remaja pria bertanya pada ibunya
Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati
Sang ibu tersenyum dan menjawab,
"Ikhwan sejati bukan dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya.
Ikhwan sejati bukan dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat kerja, tapi bagaimana ia dihormati di dalam rumah.
Ikhwan sejati bukan dilihat dari kerasnya pukulan, tapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.
Ikhwan sejati bukan dilihat dari dadanya yang bidang, tapi dari hati yang ada di balik itu.
Ikhwan sejati bukan dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tapi dari komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya menjalani lika-liku kehidupan.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya ia membaca Al-Qur'an, tapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang dia baca."

Setelah itu ia bertanya, "Siapakah yang dapat memenuhi kriteria itu, Ibu?"
Sang ibu memberinya buku dan berkata,  "Pelajari tentang dia"
Ia pun mengambil buku itu, MUHAMMAD judul yang tertulis di buku itu.

Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/

0 komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D

 

Bunga Rumput Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei