Sebentar lagi idul adha. Semua orang terlihat senang
menyambutnya. Penjual kambing mulai bertebaran di tepi jalan Yogyakarta. Dan
aku masih dalam rutinitas biasa. Berangkat ngajar privat lagi. Muridku yang
satu ini agak manja dan sulit dikendalikan. Untung dia imut.
Singkat cerita terjadilah percakapan antara aku dan dia.
“Kak, kakak mau qurban apa?” tanyanya.
“Aku? Hm.. kakak nggak qurban, dek..”
“Lho, kok? Trus yang qurban siapa?”
“Yang qurban bapaknya kakak..”
“Kok gitu?”
Sambil agak heran, aku jawab. Soalnya kakak belum punya uang
untuk qurban.
“Aku qurban, dong!” Kata dia semangat.
“Ibunya Nisa yang qurban?” tanyaku
“Bukan, aku sendiri. Tahun lalu udah ibu yang qurban.
Sekarang aku. Pakai uang tabunganku paling. Yah.. uangku nanti habis, sih..
tapi nggak apa-apa, pokoknya aku harus pegang kambingku!” Katanya dengan mata
berbinar.
Aku terhenyak. Anak yang biasanya bikin repot ini punya
keikhlasan melebihiku. Jika aku ada di posisinya, mungkin uang tabungan akan
aku pakai jajan dan beli mainan baru. Pelajaran sederhana mengenai keikhlasan
kudapat dari seorang gadis kecil.
Sebaiknya aku buru-buru beramal, walau belum sampai taraf
qurban sendiri. Biar nggak tertinggal jauh dari muridku.. J
0 komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D