Senin, 06 Mei 2013

MAS JOKO

Diposting oleh Camelia di Senin, Mei 06, 2013

Aku duduk sendiri di kantin sambil membaca serial One Piece no 25. Entah sudah berapa kali aku mengulang baca komik-komik One Piece-ku yang Cuma 25 buah.
“Suaramu tadi lumayan juga, Ris!” teriak Dita sambil menghampiri dan merangkulku.
“Aish.. bilang aja mau ngejek. Ga usah basa basi, lagi!” cibirku.
“Makanya, jangan telat lagi, lagian ngapain juga kamu nongol? Biasanya kalo telat kamu bolos, kan? Tapi serius, suara kamu nggak malu-maluin kok. Jadi pengen denger lagi.”
“makasih deh, pujiannya…  berarti besok gue telat lagi aja, ya?” timpalku bercanda. Atau bakal beneran? (jangan lagi deh!)
“Hahaha, iya! Ide bagus, tuh!” Yuri ketawa ngakak. “Sip, sip.. gue tunggu deh pokoknya penampilan selanjutnya.”
Seorang pria lewat di depan kami. Stylenya asik banget! Rambut gondrong sampai tengah leher, hampir menyentuh bahu, sih. Jamnya gede, rambutnya dikuncir kayak samurai, kaosnya item pake rompi jeans. Thumb up! Tapi kayaknya aku jarang lihat pria itu, kakak angkatan kah?
Dita, pernah liat tu cowok nggak? Yang barusan lewat.” Tanyaku padanya.
“Yang mana? Oh.. yang dikuncir? Dia kan Kak Joko, sekelas sama kita juga tau kalau kelas Biokimia. Tapi dia kakak angkatan, ngulang kayaknya
“Ehh..! Masa? Kok aku nggak tau?!” sergahku kaget.
Sambil memasang muka ‘of course’ Dita bilang, “Yah… secara dia sejenis sama kamu, tukang telat, tukang bolos! Pas dia masuk, kamu nggak masuk kali. Emang kenapa? Jangan-jangan! Kamu tertarik padanya, ya?!”
“Yee, ngomong sembarangan! Nggak mungkin banget!“
“Halah, salting!” Yuri cengengesan sambil memukul kepalaku pelan.

********************************

Kulihat dia kebingungan melihat bungkusan kecil berpita ada di dalam tasnya. Tentu saja! Baru ditinggal sebentar ke kamar kecil, balik-balik bungkusan itu sudah ada.
“Risma, kamu tahu siapa yang memasukkan kotak ini di tasku?” tanyanya padaku.
“Nggak, Kak. Mungkin emang udah ada dari tadi sebelum kamu dateng ke basecamp. Dahinya mengernyit agak lama, lalu mengangkat kedua bahu. Lalu berpamitan pulang. tak lama setelah itu, aku pulang juga setelah mengunci pintu sekretariat MAPALA. Dita sudah menantiku.

********************************

47 detik lagi. Lagi-lagi bertemu lampu merah. Seorang remaja mendatangiku meminta-minta. Kuberikan isyarat tidak. “Ayolah, mbak.. buat makan.. lima ratus aja nggak apa-apa, mbak..” ia merengek. Aku hanya memasang senyum seraya memberikan isyarat tidak.  ia pun berlalu mendatangi pengendara motor yang lain, melakukan hal serupa. Aku benci pengemis. Terutama yang masih muda dan kuat.  Mengemis itu adalah pekerjaan pemalas. Hanya meminta, apa susahnya?
“Tiiin.. ttiinn..” klakson mobil belakang membuyarkan lamunanku. Sudah lampu hijau. Kujalankan motorku.
Kutepikan motorku di depan warung tenda pinggir jalan. Lapar, belum makan lagi sejak sarapan.
“Pecel lele satu, mas!” pesanku pada mas-mas penjaga kasir.
“Oke, mbak. Joko, pecel lele satu!”
“Sip!”
Eeeengg..  sepertinya suara itu tidak asing. Kulongokkan kepalaku memandang sosok yang membelakangiku. Sepertinya benar itu dia. Tapi, masa’ di sini? Menghilang satu semester dari kampus dan dia ternyata ada di sini? Dia bekerja? Tubuhnya terlihat lebih kurus dari tiga bulan lalu, terakhir aku melihatnya. Rambutnya bertambah panjang sebahu, dikuncir ke atas.
Deg! Dia berbalik. Benar! Itu benar-benar dia. Sontak aku berdiri. Pengunjung lain memandangiku. Mas penjaga kasir juga memandangku heran. Aku pura-pura membenarkan baju karena malu. Ah, aku lepas kendali. Siapa suruh dia menghilang selama itu. Apa tadi dia melihatku? Apa dia menyadari kehadiranku? Sesekali kulihat punggungnya sibuk meracik bumbu dibantu Mas penjaga kasir. Aku tak berani menyapanya. Takut salah tingkah. Mereka mengobrol. Apa yang mereka obrolkan? Ah, nggak terdengar. Aku berdalih mengambil kerupuk di meja yang paling dekat dengan meja kasir, agar bisa mendengar obrolan mereka. Sempat kulirik Mas Joko. Eh, tunggu. Itu jam dariku! Dia masih memakainya. Aku puas, walau kutahu dia tak tahu aku pengirimnya.
“Tapi jadinya kamu tetap menerima hal itu, kan?” tanya Mas penjaga kasir.
“Iya, tidak terlalu buruk.” Jawab mas Joko.
“Istrimu diboyong ke Jogja juga?”
“Iya.”
 Iya?
Dan akupun semakin menyadari. Ternyata memang untuk selamanya aku hanya bisa  menjadi penggemar.

-0-

0 komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D

 

Bunga Rumput Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei