Rabu, 24 Desember 2008

MIMPI DI ATAS MIMPI

Diposting oleh Camelia di Rabu, Desember 24, 2008
"Braakk!" Kulemparkan tas ransel ke kursi meja belajarku. Kuhempaskan badan ke kasur kostku yang keras.
"Asli! Aku lagi bete' berat hari ini. Uangku habis! Soalnya keasyikan mejeng, shoping di Matahari Magelang yang lagi Jumbo Sale! Sebenarnya kalau uang itu uang jajanku sih, nggak papa. But, itu uang buat bayar kost dan semeater. Utang banyak, semester belum bayar, apalagi uang kost, uuh…, sebel!" Aku marah-marah sendiri di depan cermin.
Suasana pink di kamar kostku tak mampu mengusir rasa bingung ini. Sebenarnya kamar ini kutempati bersama mbak Riri, kakak kelasku di SMA dulu. Bahkan, sekarang kami juga seuniversitas. Kami sama-sama penggemar pink yang sudah nggak punya ibu, dan sama-sama orang tak mampu. Hanya dia lebih sederhana dan mandiri daripada aku, yang masih nodong bapak jika butuh sesuatu. Aku malu, tapi tak dapat kutahan hasratku untuk shoping!
"Aduh…huh, ngapain, sih Matahari pake' Jumbo Sale segala? Nggak tahu apa kalau pembayaran semesterku tinggal dua hari lagi?" Terlontarlah pertanyaan konyol dari mulutku.
"Bu Darmi pasti marah-marah kalau aku nunggak kost lagi. Aku emang boros, tapi shoping enak juga, sih…., au ah..!" Kubanting tubuhku ke kasur. Kurebahka badan dan mencoba tenangkan diri. Kutarik nafas dalam-dalam untuk mengurang gelisah. Walaupun sangat sulit tidur dalam kondisi kacau, akhirnya ku merasa mataku berat, dan……zzzzzzzzz.

*********

"Dek, dek Nita? Bangun, dek..udah sore!" Suara lembut itu menghancurkan mimpiku. Siapa, sich?
"Ayo, dong dek? Waktu maghrib hampir tiba, loh!" Apa? Sholat maghrib? Ah…males, tapi kucoba membuka mata.
"Apa mbak?' Tanyaku pada mbak Riri.
"Cepet bangun, mandi, terus persiapan sholat, gih! Mbak tunggu, deh…." Ia menawarkan jasa.
"Shulat apa, mbak?" Tanyaku konyol.
"Ya sholat maghrib, lah! Nyadar neng, ini udah petang!" Dia sewot.
"Males, mbak!"
"Apa?" Dia sewot lagi.
"Iya,deh." Aku nyerah alias males mendengar berbagai omelannya yang biasanya Cuma kutumpanglewatkan.
"Ayo, dong! Duduk terus, udah jam setengah enam, nih!"
"All right, all right! Don't angry!" Jwabku ketus.
Ya udah, cepetan! Mbak tunggu di teras, nati kita sholat di Mushola kampung aja, ada khitobahnya pak Mansur!" Katanya sambil berlalu. Aku males bangun, tapi kupaksa bangun juga.
"Eeuuuahh….." Kuarahkan tanganku meninju udra. Terdengar gemeutuk tulangku. Nikmat. Segera kuambil air wudhu, segaaarr..Aku terdiam sebentar dan segera kuganti jeans dan T-shirt pendekku denga baju musli yang jarang kupakai. Kupakai cologne, biar nggak ketahuan kalau belum mandi. Kupatutkan mukena dan kuhampiri Mbak Riri di teras depan.
""Iiihhh…., wangi banget, sih! Bikin pusing, muslimah itu kalau……...,"
"Ayo mbak, ntar keburu iqomah!" Kataku sambil kutarik dia, males ndegerin ceramah terus.
***************

"Ingat! Jangan sampai kita mendurhakai orang tua kita, dengan perbuatan yang dapat mengecewakan mereka, perbuatan buruk menurut ajaran islam!" Teriakan Daiyah yang berapi-api itu membangunkanku dari tidur. Memang yang namanya pengajian selalu kuhiasi dengan tidur. Kudengar lagi suara daiyah itu, kini intonasinya semakin melambat, membuat mataku ingin bercumbu kembali. Tapi mendadak suara daiyah tadi, terngiang-ngiang di telingaku, lemah…keras…bertambah keras….semakin keras….kerass!! dan kembali melemah. Tiba-tiba kurasa kepalaku pusing. Nanar kupandangi jibaber-jilbaber di depanku. Kuamati bibir daiyah di atas mimbar. Entah apa yang dikatakannya tak terdengar olehku. Ngiangan larangan tadi, terdengar lebih keras di telingaku, bahkan memekakkan telinga. Hingga pengajian bubar, suara itu tak kunjung henti.
Kepalaku yang pening, membuatku hanya menunduk menelanjangi jalan. Pertanyaan mbak Riri hanya kujawab dengan diam. Hingga tiba di tempat kostku, masih dalam diam, aku melenggang masuk ke kamar dan menumpahkan semuanya…semuanya….
******************************************

Rimbun pohon beringin di depan kostku, gagal menghapus gulana yang tengah menari di kalbuku.
"Tok, tok, tok.."
"Siapa?"
"Cindy" Jawabnya.
"Ada apa?"
"Nggak, tadi lewat, jadi sekalian mampir. Eh, minggu depan jadi shoping lagi kan?" Tanyanya menohokku.
"Entahlah,"
"Loh, kan kamu udah janji mau nemenin aku shoping!"
"Ehm, Cin aku lagi sutuk, nih, Please tinggalin aku sendiri!"
"Ngusir, bih?"
"Cin, please…!"
"Oke, tapi beok tetap kujemput kamu jam delapan tepat!"
Shoping lagi, shoping lagi. Pikirku. Mengingatnya aku kembali galau. Aku anak durhakakah? Aku anak durhaka, kecamku dalam hati. Aku menangis….lama hingga mataku berat dan gelap, semua menjadi kelam.
*************************************

"Aaaahhh….tolong, tolong! Au..akh..!'
"Dek, dek Nita! Bangun! Kenapa, sih?"
"Akhh…..!" Aku melompat duduk dengan tiba-tiba. Jantungku berdegup kencang, kencang…sekali. Kepalaku terasa pening, berdenyut-denyut. Seakan ingin merusakkan implus syarafdi otakku.
"Nih, dek minum dulu!" Seseorang menyodorkan segelas air. Aku memang haus sekali. Kuteguk air itu hingga habis. Ludes.
"Nah, istirahatlah, badanmu panas sekali,"
"Iya, mungkin kamu demam, tidur ya?" Kata mbak Riri seraya menyelimutiku
**********************************

Kurasakan tubuhku diguncang-guncangkan keras, dan kasar. Siapa gerangan? Perlahan kubuka mataku yang kelelahan. Cindy! Dia yang membangunkanku.
Segera kusibakkan selimut dan aku duduk. Kudapati kesunyian dan seraut wajah yang kaku.
"Hai, cin? Kamu kenapa, sih? Kok,jutek amat!" Tanyaku melumerkan suasana. Tapi Cindy tetap bergeming.
"Ngapain? Mo' ngajakin shoping? Masih minggu depan, kan?" Aku tak tahan dengan kebisuan ini.
Tak disangka, tiba-tiba dia menarik tanganku, kasar.
"Eh…,eh? Mau kemana, nih? Hai Cin? Sakit, nih! Jangan tarik-tarik!" Aku dongkol.
Ocehanku tak digubrisnya, ia terus menarikku, menarikku hingga tiba di suatu tempat yang sepi. Ia memaksaku berjalan, aku meronta-ronta tanda tak mau. Dia menarikku hingga mulut jurang yang dalam, dalaaam sekali.Gelap.
"Mau apa kamu, Cin? Sadar nggak, sih?" Kataku panik. Dia tersenyum sinis seraya memegang bahuku, hendak mendorongku yang tengah membelakangi jurang.
"Cin, Cindy jangan, dong, ini aku Nita!" Aku mencoba menyadarkannya tapi terlambat. Aku jatuh.
"Aaah….Cin..dy…" Suaraku tertelan pekat.
"Hahahaha…huahaha…" Dia tertawa. Cindy? Diakah itu?
Aku melayang-layang dalam gelap, serasa tubuhku bagai kapas, ringan.
"Bummb….!"
Tubuhku mendarat di tanah yang lembab, dingin. Tulang-tulangku serasa dilolosi satu-satu, lemas sekali.
Aku meringsut bagai orang pincang. Seakan-akan Gununng Merapi dipindahkan ke kakiku. Dengan susah payah kuseret kakiku yang seakan lumpuh.
"Apakah seberat ini dosaku, Allah?"
ALLAH. Ya…aku selalu melupakanNya. Terlena dengan dunia. Ya..Allah maafkan hamba, ibadah hamba hanya karena suruhan mbak Riri, perbuetannku hanya untuk dipuji, akh…aku janji ya Allah, akan bertaubat, dan Allah… bukalah pintu maafMu.
Sambil terus beringsut, aku merenung, menghayalkan apa yang akan terjadi pada diriku di loronh panjang yang seakan tak berujung ini. Hai apa, itu? Cahaya? Aku sudah mendekati cahaya! Aku bebas, aku akan bebas. Semangatku timbul berlipat-lipat. Dan akupun semakin dekat…dekat…dekat…dan ah, aku keluar!
Tapi janggal! Janggal sekali! Apa ini? Aku seperti menembus lorong waktu kembali ke masa lalu. Yang ada di depan mataku adalah hamparan desa dipinggiran kota Temanggung. Seperti hanya sketsa atau kilasan gambar. Bagai film bioskop atau bahka fatamorgana. Entahlah, yang kulihat saat ini , hamparan sawah dengan nyiur yang melambai indah. Pandanganku seperti diatur untuk melihatnya. Seperti dikendalikan tapi bukan oleh otakku. Entah siapa aku tak tahu.
Kakiku seperti dihela oleh sesuatu yang tak pasti yang terus-meners mendorong ragaku. Mengantarkan kakiku ke tepi sungai dengan rumah kayu di sampingnya. Aku mengenalnya. Itu…rumahku dulu!
Mendadak langkahku terhnti. Kaku! Aku tak bisa berjalan. Seperti dipaksa melihat adegan tonil di depanku. Entah nyata, entah bukan.
Kulihat seorang gadis kecil lima tahun-an keluar dari rumahku. Siapa dia?
" Mamak….Iit mandi dulu, ya?" Gadis kecil itu berbicara. Ia bernama Iit, bukankah itu aku?
"Mandi di kali, nduk?" Seorang wanita keluar dari rumah itu. Berkebaya dengan selendang lusuh melingkari kepalanya. Itu..itu…ibuku. Ya! Itu mamak!
"Iya," jawab gadis itu dan langsung mencebur ke sungai. Kutangkap seulas senyumnya penuh kasuh sebelum masuk rumah.
Iit yang lugu, telah kuhapus dari memoriku semenjak menjadi orang kota. Iit kecil itu, telah mengingatkanku kembali. Dan.. mamak? Oh, mamak ingin kuberlari mengejar bayangmu tapi kakiku kaku. Ingin kuraih engkau dan kupeluk, tapi tanganku beku. Ingin kumenangis, bersimpuh, tapi ku tak mampu. Mamak….
BETTHH…….! Seperti layar yang digulung, ganbar berganti suasana di RSUD Temanggung. Di suatu kamar berbaring seorang ibu di samping suami dan anaknay. Aku pernah mengalami ini, ini..detik-detik wafatnya mamak.
"Nduk, kalau mamak mati, jangan nakal, ya? Jangan bikin bapak repot!" Suara lembut itu kembali terngiang di telingaku.
"Mak,mak, nggak boleh, mak! Hu..hu..hiks..hiks.." Jeritan itu kembali tersusun dalam memoriku.
Mamak membelai rambutku mesra, lembut. Mak, kurasakan kehangatanmu. Bersamaan dengan itu, mamak memejamkan mata, menghembuskan nafas terakhirnya.
"Mamak…….." Rintihku
Bruuk, kini aku bisa bersimpuh, kakiku tak lagi kaku. Aku sedih, sedih…sekali.
"Mamak maafkan Nita, bapak maafkan nita….."
Lalu gambar itu berubah di pemakaman dan tampil gadis yang tengah berpesta! Menghambur-hamburkan uang! Aku! Itu aku, aku durhaka kah?
*****************************************
"Tidak, tidak, aku tidak durhaka, aku tak mau, bapak, mamak, maafin Nita, jangan hukum Nita, aku tak mau durhaka! Tidak…..tidakkk……!"
"Hos, hos, hos, hah, hah…" Nfasku tersengal-sengal, ngos-ngosan. Aku terbangun, mataku melotot. Ah…aku mimpi. Suasana kamarku sepi, mana mbak Riri? Yang kudengar hanya lagu Ebiet G.Ad yang terdengar samar dari rumah tetangga.
Barangkali, di tengah telaga
Ada tersisa butiran cinta
Dan semoga, kerinduan ini
Bukan jadi mimpi di atas mimpi
Kurenungi lagu itu. Ya, aku merindukan cinta, cinta hakikimu ya Robb, bukan hanya cinta semu yang ditawarkan oleh dunia. Aku akan bertaubat, akan kuubah jalan hidupku. Akan benar-benar kuubah bukan hanya menjadi mimpi. Yah, nyata!
"Cklek, nyit.." Suara pintu terbuka. Mbak Riri.
"Dek, udah sembuh? Katanya selain sakit badan, kamu juga sakit pikiran, ya? Lagi 'kanker', kan?"
"Maksudnya?"
"Kantong kering, nih mbak ada uang lebih, hasil dagangan kemarin, alhamdulillah untung banyak, kamu pakai dulu aja!"
"Tapi…"
'Udahlah, aku masih ada uang, kok!" Aku pun berfikir sebentar.
"Udah, deh nggak usah sungkan!"
"Ehmm…makasih"
"Sama-sama, kita kan saudara?"
Serasa hatiku sejuk. Ya Allah…Kau benar-benar pengasih. Aku akan bertaubat, pasti bisa!
AllahuAkbar…AllahuAkbar…
"Sholat yuk mbak, udah adzan?" Ajakku.
"Ayo!" Sambutnya.
Kurasa, inilah sholat ternikmat dalam hidupku. Hatiku kini lenggang, tak lagi gelisah, tentram. Akan kubuktikan pada dunia, aku buka Nita shopinger, kini aku Nita sholihah, insyaAllah…Ya, aku bisa buktikan, bukan hanya sebuah mimpi dan buaian semata.

Sragen, 11 September 2005

0 komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D

 

Bunga Rumput Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei