Dari tahun lalu baju kok Cuma
dionggokkan saja! Kamu ini cewek bukan sih?”
“Yaelah, si kakak berlebihan, nih..
baru juga dua hari..” aku membela diri. “Nggak sempet kak, besok pagi aja kalau
mau berangkat kuliah baru aku setrika.”
“Mana sempet kamu nyetrika pagi,
biasanya juga tidur habis subuh! Heran, deh! Punya adik cewek cuma satu, tapi
malesnya minta ampun! Lihat tuh di dapur, piring gelas belum dicuci! Udah sejak
kapan itu? Sampe-sampe yang di rak udah nggak ada. Sampah menumpuk! Huh, kamu
cewek bukan, sih?” ia mengulang pertanyaannya.
“Ehm.. cewek jadi-jadian kali..”
sahutku asal-asalan.
“Apa?! Dasar ni anak….” Kakakku sudah siap
melemparku dengan sandal saat aku buru-buru lari masuk kamar mandi dengan tawa
ngakak yang keras. Kudengar kakak masih uring-uringan, hanya samar-samar karena
kemudian suaranya tertelan air shower yang kubuka penuh. Dan sejenak aku pergi
ke alam lain. Melepas penat seharian karena kuliah.
Air kran mengucur deras. Kuambil gayung pertamaku.
Sendiri
di kamar mandi. Entah mengapa selalu ada perasaan ‘entah apa itu’ jika aku
sendirian. Perasaan apa sebenarnya? Entahlah. ‘Bukan hal yang penting!’ kata
Yuri tiap aku lupa hal yang ingin kukatakan. Mungkin perasaan ini juga tak
penting. Karena aku bukan lupa, tapi tak tahu. Ya, pasti hanya halusinasi,
paranoid atau sejenisnya.
Dan aku kembali menikmati air yang
menyiram tubuhku.
Aku orang yang selalu terlambat.
Entah mengapa itulah cap yang menempel pada diriku. Setidaknya aku pernah tidak
terlambat, walau lebih sering iya.
Seperti pagi ini, aku sudah menyetel
alarm berulang di handphoneku pada pukul 6 pagi. Lagu Stranger Like Me – bunyi
alarmku- sudah berulang kali meraung. Entah karena sudah kebiasaan, atau
kebebalanku, atau kedua-duanya, bukan mataku yang terbuka tapi tanganku yang
meraba-raba HP dan memencet tombol ‘matikan’. Tiap sepuluh menit, lagu itu
bergema lagi karena alarm hpku memang ku setting berulang. Namun, tetap saja,
tanganku bergerak sendiri mematikannya. Hingga aku benar-benar terbangun pada
pukul 6. 45.
“Eeehh? Jam tujuh kurang seperempat?
Aduh! Aduh! Gimana nih?!” Aku terperanjat dan langsung kebingungan mencari alat
mandi. Untung semalam kakakku sempat datang ke apartementku dan menyetrika
baju-bajuku yang dua hari kubiarkan saja kusut. Walau dengan ngomel-ngomel,
kakakku tetap akan menyetrika bajuku. Pada dasarnya dia memang hobby
bersih-bersih dan beres-beres. Mungkin tangannya sudah otomatis bergerak jika
ada sesuatu yang ia rasa tidak bersih dan rapi.
Semalam aku mandi cukup lama. Tidak!
Bukan madiku yang lama. Biasanya aku hanya mandi selama 5 menit. Mungkin aku
banyak melamun di kamar mandi, atau entahlah, aku sendiri tak tahu. Yang jelas
aku keluar setelah kakakku menggedor pintu kamar mandi dengan berkata, “kau ini
mandi apa tidur, sih? Lama amat!”
Setelah aku keluar kamar mandi, dia
gentian masuk, bergegas. Diluar dugaanku, kakak bukan hanya menyetrika
bajuku-yang hanya beberapa potong-, tapi juga membereskan cucian piringku dan
membuang sampah ke luar. Wudih, kakak emang penyelamatku! Tapi, kok cepet, ya?
Kulihat jam dan aku terbelalak. Tadi aku masuk kamar mandi pukul 19.15 dan
sekarang sudah 19.43! Berarti.. aku mandi hamper setengah jam?! Selama itukah?
Sudahlah, kurasa cukup mengingat
tadi malam. Sekarang waktunya bergegas.
Aku sendiri tidak mandi, hanya sikat gigi dan cuci muka, lalu menyemprotkan
minyak wangi secara brutal. Satu pelajaran dari pengalamanku, jika kau memakai
minyak wangi berlebihan, itu indikasi kau belum mandi.
Sekilas ku lihat dua potong sandwich
di atas meja. Kakak pasti membuatnya sebelum pulang tadi pagi. Dia akhirnya
menginap, karena kelelahan. Tapi tak ada waktu untuk makan.
Maaf, kak! Setelah berpakaian kusambar tas, dan langsung berangkat setelah
mengunci pintu.
Bergegas kuturuni tangga. Untung
kamarku hanya ada di lantai dua. Tidak perlu dua kali turun tangga. Apartementku
bukan apartemen mewah. Mungkin lebih cocok disebut rumah
susun. Hanya terdiri
dari tiga lantai dengan enam kamar atau yah... rumah.
Lantai bawah dihuni oleh keluarga
kecil, mereka punya seorang anak perempuan yang lucu sekali. Kamar satunya di
pakai oleh seorang nenek yang tinggal dengan cucunya. Nek Darti, begitu kami
biasa memanggilnya. Nek Darti membuka sebuah warung kecil yang menjual
perlengkapan harian. Warung ini sangat membantu untuk orang pemalas sepertiku
yang enggan berbelanja bulanan. Lantai dua dipakai olehku yang tinggal
sendirian dan kamar depanku dipakai mahasiswa juga, sepertiku. Mereka tinggal
berdua, saudara, dan kembar. Sampai sekarang aku masih senyum-senyum sendiri
jika melihat mereka bersama. Entahlah, aku jarang melihat orang yang
benar-benar kembar seperti mereka. Bahkan suara mereka saja sama!
Lantai tiga hanya dihuni oleh debu
dan angin. Haha… maksudku, belum ada yang menghuninya sampai sekarang.
Angin pagi ini bertiup sepoi-sepoi, namun matahari
sudah bersinar terang. Walau panasnya belum terasa. Bus yang kutumpangi
berjalan tersendat-sendat. Jalanan cukup ramai pagi ini. Yah… jam 7 memang
waktunya orang berangkat kerja. Seperti biasa, aku duduk di dekat jendela.
Memandang jalanan. Sesekali kulirik jam tanganku. Ah.. lima menit lagi kuliah
dimulai. Apa aku akan sampai tepat waktu? Sebenarnya aku panic. Tapi kupikir
buat apa panic? Toh, bus ini tidak berjalan lebih cepat. Biasanya jika aku
merasa akan terlambat, aku tidak akan masuk sekalian. Dosen yang satu ini suka
memberikan hukuman konyol pada mahasiswanya. Bagi yang terlambat, harus
menyanyi di depan kelas! Daripada menyanyi, aku memilih tidak masuk. Tapi kali
ini aku harus tetap masuk, karena aku sudah 5 kali absen untuk mata kuliah ini.
Aku baru smester dua dan aku tidak mau sampai tidak dapat nilai karena absen
kurang.
Setelah yakin aku pasti terlambat,
aku mulai merencanakan lagu apa yang akan kunyanyikan nanti. Hah, konyol
sekali! Tapi mau gimana lagi? Terima nasib saja. Sebenarnya aku suka kuliah
ini, bahasa inggris. Tapi hukumannya…
to be continued..
0 komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D