Setelah merasakan kontraksi lebih dari 6 jam, akhirnya aku dibawa ke RSUD Temanggung. Kontraksi sudah semakin nyeri. Ketika muncul rasanya nyeri seperti haid tapi sedikit lebih sakit. Tapi sebenarnya, diri ini masih kurang yakin kalau akan melahirkan sebentar lagi, karena kata orang tanda melahirkan itu ada flek darah atau lendir. Sedangkan aku belum ada sama sekali, bahkan lendirpun tidak.
Namun berhubung kontraksi sudah teratur, per 3-5 menit, maka diniatkan aja, bismillah.. semoga jika benar akan melahirkan, bisa dimudahkan. Maghrib aku masih sempat mandi dan sholat, siap-siap ke RS. Malu kan kalau bau.. :P
Sekitar pukul 19.00, aku sampai di UGD, segera dicek oleh bidan. Ketika mempersiapkan diri untuk dicek, qadarullah aku sudah flek! Langsung tenang di hati. Bismillah.. insya Allah sebentar lagi. Setelah dicek oleh bidan, diketahui aku sudah bukaan 3. Langsung dianjurkan masuk kamar bersalin.
Sejak bukaan tiga, nyeri terasa semakin sakit. Aku diminta makan dan minum terus, katanya untuk tenaga. Padahal banyak minum berarti sering ke kamar kecil. Akhirnya bolak-balik ke kamar mandi dengan perjuangan. Di sela-sela kontraksi, maghku kambuh. Lengkap deh rasanya.
Ketika kontraksi semakin sakit, rasanya pengen segera minta dicek bidan, jangan-jangan bukaan udah banyak. Nggak sabaran banget, ya.. Tapi sesuai prosedur, pengecekan dilakukan setelah 4 jam dari pengecekan pertama. Pengecekan tidak boleh dilakukan terlalu sering karena dikhawatirkan terjadi infeksi. Akhirnya manut aja sambil meringis. Menunggu dari jam 19.00 sampai 23.00 itu rasanya kudu sabar banget. Perawat melakukan pengecekan rutin kontraksi, detak jantung janin, dll tiap jam. Semakin sering kontraksi terjadi, semakin sering pengecekan dilakukan, selanjutnya tidak sampai sejam dilakukan pengecekan lagi.
Akhirnya jam 23.00 tiba. Bukaan dicek kembali oleh bidan, ternyata sudah bukaan 6 (berharapnya udah bukaan 8 gitu :')) Lalu diminta menunggu lagi. Pengecekan lanjutan direncanakan 2 jam kemudian. Subhanallah, kontraksinya semakin menjadi. Ada suami di sisi sangat menentramkan. Maaf ya, mas tanganmu kuremas-remas sapai sakit. Buat para suami, perlu sekali membawa bekal makanan dan minuman, dan berusaha secara rutin memberi asupan untuk isteri. Mungkin isteri bakalan menolak karena konsen sama sakitnya kontraksi. Tapi asupan tetap penting agar kuat mengejan.
Oke, lanjut dengan ceritaku.
Setelah pengecekan pukul 23.00 tadi, perut terasa semakin menjadi. Bahkan rasanya seperti tak ada jeda istirahat kontraksi. Lalu tidak sampai sejam kemudian, aku mengeluh merasa mulas pengen mengejan. Setelah dicek, sudah bukaan 8, lalu dilakukan persiapan persalinan sambil menunggu bukaan lengkap. Berlanjut ke bukaan 9, bidan membolehkan mengejan pelan jika terasa dorongan lagi. Lalu aku mengejan pelan, tapi terasa seperti ada yang keluar, setelah dicek ternyata kepala bayi sudah nampak. Subhanallah, sebentar lagi..
Lalu mulailah ritual mengejan yang sesungguhnya. Aku dipasangi infus dan oksigen untuk menambah stamina. Agar napas semakin panjang. Akhirnya sekali.. dua kali.. terasa ada yang perih, tapi tetap kulanjutkan, tiga kali mengejan.. dan tangisan cinta terdengar. Alhamdulillah..
Pukul 00.25 tanggal 2 Maret 2016 putri kecilku lahir.
Segala kelancaran adalah dari Allah.
Alhamdulillah.. :)
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Jumat, 11 Maret 2016
Harap-Harap Cemas: Benarkah Aku Kontraksi?
Senin, 29 Februari 2016
Setelah hari yang penuh penantian dan air mata Ahad kemarin, akhirnya suami muncul keesokan harinya. Pas hari Senin tanggal 29 Februari.
Apakah dedek akan lahir tanggal 29 Februari? Hiihi... tanggal langka.
Lewat 39 minggu, kandunganku masih anteng seperti biasa, tak ada tanda kontraksi palsu, tak ada flek. Bahkan badanku enak bangeeet. Nggak pegel-pegel kaya biasanya. Semakin khawatir deh, apalagi pergerakan dedek semakin pasif. Gerak kalau sore atau malam saja. Semala pagi ibunya galau, deh.. :')
semakin kejer nanyain temen-temen yang pernah lahiran atau HPLnya deketan. Gimana proses mereka lahiran, sudah lahiran apa belum, dll. Sambil harap-harap cemas, aku tetap berusaha khusnudzon. Cukup tenang karena suami sudah stand by.
"Dek, kalau pengen keluar udah boleh, lho.. bapak sudah sampai sini." kataku sambil ngusap perut.
Suami senantiasa menasehatiku agar sabar.
"Ayo, nunggu 8 bulan lebih kan bisa. Ini sebentar lagi juga pasti bisa. Banyak berdoa aja."
Aku manut.
Selasa, 1 Maret 2016
Wah, sudah masuk Maret, semakin deg-degan. Jujur selama nggak ada suami agak males jalan-jalan pagi. Semua orang rumah sibuk berangkat kerja dan sekolah. Nggak ada temen jalan. Males jalan sendiri. Ada simbah, sih.. tapi jalan aja agak kesusahan. :')
Akhirnya Selasa pagi, jalan-jalanlah dengan suami muterin alun-alun Temanggung 2 kali putaran.
Agak kerasa senut-senut di daerah pubis, tapi lemah banget. Mungkin karena lama nggak jalan. Setelah puas jalan, lalu jajan dan pulang.
Pukul 9.00 masih sempat bobok pagi. Kecapekan mungkin, perut kerasa melilit tapi tetep bisa bobok. Melilitnya sampai kebawa mimpi.. XD
Pukul 11.00 usai mandi, pengen nyantai-nyantai. Kerasa agak mules, tapi lemah banget. Seperti haid hari kesekian. Muncul hilang cukup teratur. Apakah ini kontraksi?
Mulai deh tanya-tanya teman via whatsapp. Nanya sepertia apa rasanya kontraksi.
Lalu temenku si Prima nelpon ribet sendiri meyakinkan itu kontraksi.
Aku ngeyel bahwa itu bukan. Belum, wong rasanya aja nggak sakit. Belum keluar flek darah maupun lendir juga. "Tapi teratur, kan? Udah sana periksa!"
Aku kekeuh nggak mau, sampai dipaksa-paksa, akhirnya berencana periksa ke bidan langganan kontrol.
Setelah dhuhur, aku dan suami berangkat naik motor ke bidan. Bidannya tutup! Duh, bu.. kok perginya ngepasi aku senut-senut. Selanjutnya karena bingung, kami menemui bapak-ibu yang sedang dinas di RSU.
"Alhamdulillah, sudah flek?" tanya ibu.
"Belum."
"Di USG aja dulu, yuk.."
Lalu di USG sambil nunggu bapak datang. Ketuban cukup, posisi masih oke. Disarankan pulang dulu, jalan-jalan aja terus agar lebih cepat bukaan.
Wait, aku beneran mau lahiran ini?
Kami kembali pulang.
"Masih kontraksi, dek?" mas nanya.
"Masih."
Di rumah akhirnya dipantau durasi dan jarak perkontraksi menggunakan aplikasi. hihi...
Sekitar jam 14.00an, kami jalan-jalan di sekitar rumah. Kalau kontraksi datang berhenti dulu.
Semakin sore semakin sakit.
Bidan langganan menjanjikan pulang jam 18.00, kami menunggu. Setelah maghrib ditelpon ternyata bidan langganan belum bisa pulang. Duh...
GIMANA DOONG?
Akhirnya dibawa ke RSU, deh.. :)
Ya sudahlah, bismillah.. dateng-dateng masuk UGD buat pemeriksaan.
Cerita selanjutnya disambung di postingan ini saja, ya.. --> (klik link)
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Setelah hari yang penuh penantian dan air mata Ahad kemarin, akhirnya suami muncul keesokan harinya. Pas hari Senin tanggal 29 Februari.
Apakah dedek akan lahir tanggal 29 Februari? Hiihi... tanggal langka.
Lewat 39 minggu, kandunganku masih anteng seperti biasa, tak ada tanda kontraksi palsu, tak ada flek. Bahkan badanku enak bangeeet. Nggak pegel-pegel kaya biasanya. Semakin khawatir deh, apalagi pergerakan dedek semakin pasif. Gerak kalau sore atau malam saja. Semala pagi ibunya galau, deh.. :')
semakin kejer nanyain temen-temen yang pernah lahiran atau HPLnya deketan. Gimana proses mereka lahiran, sudah lahiran apa belum, dll. Sambil harap-harap cemas, aku tetap berusaha khusnudzon. Cukup tenang karena suami sudah stand by.
"Dek, kalau pengen keluar udah boleh, lho.. bapak sudah sampai sini." kataku sambil ngusap perut.
Suami senantiasa menasehatiku agar sabar.
"Ayo, nunggu 8 bulan lebih kan bisa. Ini sebentar lagi juga pasti bisa. Banyak berdoa aja."
Aku manut.
Selasa, 1 Maret 2016
Wah, sudah masuk Maret, semakin deg-degan. Jujur selama nggak ada suami agak males jalan-jalan pagi. Semua orang rumah sibuk berangkat kerja dan sekolah. Nggak ada temen jalan. Males jalan sendiri. Ada simbah, sih.. tapi jalan aja agak kesusahan. :')
Akhirnya Selasa pagi, jalan-jalanlah dengan suami muterin alun-alun Temanggung 2 kali putaran.
Agak kerasa senut-senut di daerah pubis, tapi lemah banget. Mungkin karena lama nggak jalan. Setelah puas jalan, lalu jajan dan pulang.
Pukul 9.00 masih sempat bobok pagi. Kecapekan mungkin, perut kerasa melilit tapi tetep bisa bobok. Melilitnya sampai kebawa mimpi.. XD
Pukul 11.00 usai mandi, pengen nyantai-nyantai. Kerasa agak mules, tapi lemah banget. Seperti haid hari kesekian. Muncul hilang cukup teratur. Apakah ini kontraksi?
Mulai deh tanya-tanya teman via whatsapp. Nanya sepertia apa rasanya kontraksi.
Lalu temenku si Prima nelpon ribet sendiri meyakinkan itu kontraksi.
Aku ngeyel bahwa itu bukan. Belum, wong rasanya aja nggak sakit. Belum keluar flek darah maupun lendir juga. "Tapi teratur, kan? Udah sana periksa!"
Aku kekeuh nggak mau, sampai dipaksa-paksa, akhirnya berencana periksa ke bidan langganan kontrol.
Setelah dhuhur, aku dan suami berangkat naik motor ke bidan. Bidannya tutup! Duh, bu.. kok perginya ngepasi aku senut-senut. Selanjutnya karena bingung, kami menemui bapak-ibu yang sedang dinas di RSU.
"Alhamdulillah, sudah flek?" tanya ibu.
"Belum."
"Di USG aja dulu, yuk.."
Lalu di USG sambil nunggu bapak datang. Ketuban cukup, posisi masih oke. Disarankan pulang dulu, jalan-jalan aja terus agar lebih cepat bukaan.
Wait, aku beneran mau lahiran ini?
Kami kembali pulang.
"Masih kontraksi, dek?" mas nanya.
"Masih."
Di rumah akhirnya dipantau durasi dan jarak perkontraksi menggunakan aplikasi. hihi...
Sekitar jam 14.00an, kami jalan-jalan di sekitar rumah. Kalau kontraksi datang berhenti dulu.
Semakin sore semakin sakit.
Bidan langganan menjanjikan pulang jam 18.00, kami menunggu. Setelah maghrib ditelpon ternyata bidan langganan belum bisa pulang. Duh...
GIMANA DOONG?
Akhirnya dibawa ke RSU, deh.. :)
Ya sudahlah, bismillah.. dateng-dateng masuk UGD buat pemeriksaan.
Cerita selanjutnya disambung di postingan ini saja, ya.. --> (klik link)
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
hamil,
Keluarga,
nikah,
rumah tangga
Minggu, 28 Februari 2016
39 Week, Sensitif!
Jujur, 38 week itu ujian kesabaran banget. Bayangin aja selama 9 bulan merenanakan pertemuan, dan di minggu 38 adalah debaran klimaksnya.
Akhirnya disyukuri, 38 minggu dedek belum lahir. Kenapa? Karena suami mendadak ditugasi ke Lombok! Padahal kan diriku pengen banget lahiran ditemenin suami. Satu-satunya yang aku harapkan ada di sisiku saat melahirkan adalah suamiku. Orang tua adalah tambahan. #duh
Awalnya suami nanya dulu, diizinkan apa nggak buat berangkat ke Lombok. Sebenernya cuma 3 hari, tapi masuk 39 week ini rasanya tambah deg-degan, bisa aja kan lahir sewaktu-waktu.
Tapi akhirnya hatiku mengizinkan suami berangkat.
"Bismillah, mas.. semoga dedek bayi mau nunggu bapaknya pulang dulu baru lahir. Tapi kalau misal lahir pas mas di Lombok, sama-sama ikhlasin ya, mas."
iya, sama-sama. Aku ngikhlasin mas tidak menemani, dan mas mengikhlaskan tidak mengadzani anak pertamanya.
Tapi selama menanti sampai genap 39 week,aku berdoa agar dedek mau menunggu bapaknya. Seringkali ku ajak ngomong,
"Dek, kalau sudah siap, kamu sudah sempurna, boleh keluar ketemu bapak ibu. Tapi tunggu bapak pulang, ya.. kalau bapak sudah di sini dan dedek merasa siap, segera lahir nggak apa-apa."
Allah sebaik-baik perencana. Aku yakin.
Tanggal 28 Februari ini, kandunganku genap 39 week, brarti tepat hari Ahad. Kamis kemaren mas berangkat ke Lombok. Seharusnya Sabtu sore pulang dari Lombok, malem sudah sampai Jogja. Rencananya Ahad bisa pulang Temanngung. Tapi qadarullah pesawat delay sampai akhirnya harus transit dan bermalam di Bali. Baru Ahad paginya berangkat menuju Jogja. Hmm.. masih berharap mas pulang ke Temanngung siangnya.
Akhirnya dikabari kalau mas harus mbantu kantor untuk persiapan lomba game. Karena deadline submit gamenya hari itu terakhir.
"Mas usahakan sore selesai ya, dek. Biar malem bisa pulang."
Terbayang lelahnya perjalanan dengan delay seharian, lalu menyelesaikan kerjaan, dan perjalanan naik motor ke Temanggung, rasanya nggak tega. Tapi karena rindu aku jawab, "Ya mas."
Berharap lagi mas sampai Temanggung malam itu. Semakin sore rasanya harapan semakin pudar. Antara realistis, tapi baper juga. Hari semakin malam. Belum ada kabar.
Akhirnya,
"Dek, sepertinya mas belum bisa pulang malam ini. Lemes banget rasanya. Mas udah sampai kontrakan." waktu itu sudah cukup malam.
"Ya, mas.. kalau pulang justru aku nggak ngebolehin. Mas istirahat dulu aja." Aku mencoba realistis. Iyalah, daripada suami jatoh di jalan karena ngantuk?
"Maaf ya, mas belum bisa pulang hari ini. Insya Allah besok."
JEDEEER!
Setelah dimintai maaf airmataku malah luberjurdil. T__T
Sampai-sampai adek yang lagi nemenin di kamar nutup pintu sambil nanya, "Kenapa, mbak?"
.
.
.
"Aku kangeeen.."
Maaf, ya.. bumil satu ini terlalu sensitif. :')
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Akhirnya disyukuri, 38 minggu dedek belum lahir. Kenapa? Karena suami mendadak ditugasi ke Lombok! Padahal kan diriku pengen banget lahiran ditemenin suami. Satu-satunya yang aku harapkan ada di sisiku saat melahirkan adalah suamiku. Orang tua adalah tambahan. #duh
Awalnya suami nanya dulu, diizinkan apa nggak buat berangkat ke Lombok. Sebenernya cuma 3 hari, tapi masuk 39 week ini rasanya tambah deg-degan, bisa aja kan lahir sewaktu-waktu.
Tapi akhirnya hatiku mengizinkan suami berangkat.
"Bismillah, mas.. semoga dedek bayi mau nunggu bapaknya pulang dulu baru lahir. Tapi kalau misal lahir pas mas di Lombok, sama-sama ikhlasin ya, mas."
iya, sama-sama. Aku ngikhlasin mas tidak menemani, dan mas mengikhlaskan tidak mengadzani anak pertamanya.
Tapi selama menanti sampai genap 39 week,aku berdoa agar dedek mau menunggu bapaknya. Seringkali ku ajak ngomong,
"Dek, kalau sudah siap, kamu sudah sempurna, boleh keluar ketemu bapak ibu. Tapi tunggu bapak pulang, ya.. kalau bapak sudah di sini dan dedek merasa siap, segera lahir nggak apa-apa."
Allah sebaik-baik perencana. Aku yakin.
Tanggal 28 Februari ini, kandunganku genap 39 week, brarti tepat hari Ahad. Kamis kemaren mas berangkat ke Lombok. Seharusnya Sabtu sore pulang dari Lombok, malem sudah sampai Jogja. Rencananya Ahad bisa pulang Temanngung. Tapi qadarullah pesawat delay sampai akhirnya harus transit dan bermalam di Bali. Baru Ahad paginya berangkat menuju Jogja. Hmm.. masih berharap mas pulang ke Temanngung siangnya.
Akhirnya dikabari kalau mas harus mbantu kantor untuk persiapan lomba game. Karena deadline submit gamenya hari itu terakhir.
"Mas usahakan sore selesai ya, dek. Biar malem bisa pulang."
Terbayang lelahnya perjalanan dengan delay seharian, lalu menyelesaikan kerjaan, dan perjalanan naik motor ke Temanggung, rasanya nggak tega. Tapi karena rindu aku jawab, "Ya mas."
Berharap lagi mas sampai Temanggung malam itu. Semakin sore rasanya harapan semakin pudar. Antara realistis, tapi baper juga. Hari semakin malam. Belum ada kabar.
Akhirnya,
"Dek, sepertinya mas belum bisa pulang malam ini. Lemes banget rasanya. Mas udah sampai kontrakan." waktu itu sudah cukup malam.
"Ya, mas.. kalau pulang justru aku nggak ngebolehin. Mas istirahat dulu aja." Aku mencoba realistis. Iyalah, daripada suami jatoh di jalan karena ngantuk?
"Maaf ya, mas belum bisa pulang hari ini. Insya Allah besok."
JEDEEER!
Setelah dimintai maaf airmataku malah luber
Sampai-sampai adek yang lagi nemenin di kamar nutup pintu sambil nanya, "Kenapa, mbak?"
.
.
.
"Aku kangeeen.."
Maaf, ya.. bumil satu ini terlalu sensitif. :')
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
hamil,
Keluarga,
nikah,
rumah tangga
Minggu, 21 Februari 2016
38 Week, Menanti
Selama hamil agak susah mau ngeblog. Bukan nggak bisa, karena aku mual-mual terus bahkan sampe hamil tua, jadilah kalau ada waktu luang mending istirahat. Kalau agak segeran mending masak atau bersih-bersih. Mau nulis juga rasanya maleeesss.
Berhubung sekarang udah mlendung gede, aku dibawa pulang sama bapak. Lahiran di kampung halaman, Temanggung. Awalnya agak gimana juga mau ninggalin jogja. Secara selama sekolah sampai kuliah di Jogja, belum pernah ninggalin Jogja sampe berbulan-bulan. Mungkin ini saatnya aku pulang. Cieeee..
Baiklah, 31 Januari 2016 kemarin aku udah dijemput pulang. HPL 7 Maret 2016. Temen ada yang lahiran pas umur kandungan 38 week. Dan hari ini tepat sekali 38 week aku hamil. Belum ada tanda-tanda apapun. Rasanya seperti nggak sabar pengen anakku segera lahir. Padahal selama berbulan-bulan sabar menanti, pas mendekati malah jadi lebih nggak sabaran.
Tapi mau gimana lagi, cuma bisa berdoa dan terus berdoa, jika dedek udah siap dan sempurna, semoga segera lahir. Bismillah.. mempersiapkan diri dan hati jadi orang tua, musti latihan sabar dulu.
Nunggu anak lahir aja nggak sabar, gimana ntar mau ngerawat? Semangat!
Bismillah..
Semua akan indah pada waktunya.
Dan Allah sebaik-baik perencana.
Tentu saja, dedek bayi punya waktunya sendiri untuk bertemu kami, orang tuanya.
Semua akan baik-baik saja, insya Allah.
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Berhubung sekarang udah mlendung gede, aku dibawa pulang sama bapak. Lahiran di kampung halaman, Temanggung. Awalnya agak gimana juga mau ninggalin jogja. Secara selama sekolah sampai kuliah di Jogja, belum pernah ninggalin Jogja sampe berbulan-bulan. Mungkin ini saatnya aku pulang. Cieeee..
Baiklah, 31 Januari 2016 kemarin aku udah dijemput pulang. HPL 7 Maret 2016. Temen ada yang lahiran pas umur kandungan 38 week. Dan hari ini tepat sekali 38 week aku hamil. Belum ada tanda-tanda apapun. Rasanya seperti nggak sabar pengen anakku segera lahir. Padahal selama berbulan-bulan sabar menanti, pas mendekati malah jadi lebih nggak sabaran.
Tapi mau gimana lagi, cuma bisa berdoa dan terus berdoa, jika dedek udah siap dan sempurna, semoga segera lahir. Bismillah.. mempersiapkan diri dan hati jadi orang tua, musti latihan sabar dulu.
Nunggu anak lahir aja nggak sabar, gimana ntar mau ngerawat? Semangat!
Bismillah..
Semua akan indah pada waktunya.
Dan Allah sebaik-baik perencana.
Tentu saja, dedek bayi punya waktunya sendiri untuk bertemu kami, orang tuanya.
Semua akan baik-baik saja, insya Allah.
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
hamil,
Keluarga,
nikah,
rumah tangga
Kamis, 30 Juli 2015
Ujian Kehamilan
Waktu masih khawatir jika hamil awal, salah seorang temen pernah menasehati. Jika sekarang belum siap, bukankah ada waktu 9 bulan untuk mempersiapkan diri? Untu belajar?
Dia benar.
Maka ketika benar-benar Allah telah memberi momongan, ikhtiarlah kami. Meski perasaan masih aneh, beneran nih aku mau punya anak? Ya Allah, hamil itu kayak apa, sih? Bisa nggak ya jadi ibu yang baik? dsb. Tapi intinya, menjadi orang tua sudah merayapi hati kami.
Waktu itu, aku dinyatakan positif ketika mendekati lebaran. Ketika mudik lebaran, tersebarlah berita gembira tersebut pada keluarga. Semua mengucap alhamdulillah..
Lebaran berlangsung ramai seperti biasa. Dari Jogja pulang ke Temanggung, lalu perjalanan ke Sragen (tempat simbah) pake mobil. Bolak-balik ke Jawa Timur mengunjungi saudara. Lalu setelah beberapa hai, kembalilah ke Temanggung. Lanjut sowan ke keluarga suami.
Lalu, ujian datang.
Aku pendarahan ringan, tanpa kontraksi. Aku pernah dinasehati untuk tidak kecapekan. Tapi beginilah badan merasa tidak lelah. Ternyata dedek di rahim kelelahan. Malam sebelum tidur ke kamar mandi dan aku kaget setengah mati. Apakah aku keguguran?
Langsung panggil suami dan menangis. Hampir menangis semalaman jika suami tidak mengingatkan untuk jangan menambah stres dengan menangis. Aku mengamini, dan tangis berhenti. Tapi rasanya dada sesak sekali. Allah, apakah aku kuat jika harus kehilangan? Allah apakah aku telah lalai dengan amanahmu? Dan sepanjang malam terus berdoa, berusaha tenang, dan istirahat.
Paginya kami ke bidan. Bidan menyatakan abortus iminer atau ancaman keguguran. Diberi obat dan diminta kontrol 3 hari lagi. Aku bersyukur bidan tidak menyabar-nyabarkan atau sebaliknya menyalahkan. Bidan hanya menyampaikan dengan netral.
"Ketika kopulasi terjadi, maka janin yang kuat akan bertahan. Hasil kopulasi yang buruk, seperti apapun dipertahankan biasanya akan tetap gugur. Jadi, insya Allah jika hasil kopulasi mbak dan mas baik, maka bisa bertahan. Jika memang tidak mampu bertahan, ada kemungkinan memang hasil kopulasi kurang baik. Mbak perlu menyiapkan hati." Sekilas mirip menakut-nakuti, ya? Tapi jika hasil kopulasi kurang baik, ada kemungkinan janin cacat atau dengan gangguan. Maka dengan jawaban tersebut, meski sedih aku tetap mempersiapkan diri. Mempersiapkan untuk bahagia, atau untuk menanggung kesedihan.
Doa tak pernah berhenti, "Semoga kamu kuat, nak." "Semoga Allah ridha kita berkumpul hingga kelak kau besar, nak." dan pengharapan sejenis.
Qadarullah, alhamdulillah... hari ketiga flek tak ada sama sekali, mampet. Maka bidan menyatakan insya Allah kehamilan berlanjut. Ikhtiarpun kami lanjutkan. Subhanallah, ternyata hampir kehilangan begitu banget rasanya. Meski awalnya belum siap, ternyata kami sudah merasa menjadi orang tua.
Semoga Allah meridhai kami berkumpul hingga tua kelak. Amiiin...
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Dia benar.
Maka ketika benar-benar Allah telah memberi momongan, ikhtiarlah kami. Meski perasaan masih aneh, beneran nih aku mau punya anak? Ya Allah, hamil itu kayak apa, sih? Bisa nggak ya jadi ibu yang baik? dsb. Tapi intinya, menjadi orang tua sudah merayapi hati kami.
Waktu itu, aku dinyatakan positif ketika mendekati lebaran. Ketika mudik lebaran, tersebarlah berita gembira tersebut pada keluarga. Semua mengucap alhamdulillah..
Lebaran berlangsung ramai seperti biasa. Dari Jogja pulang ke Temanggung, lalu perjalanan ke Sragen (tempat simbah) pake mobil. Bolak-balik ke Jawa Timur mengunjungi saudara. Lalu setelah beberapa hai, kembalilah ke Temanggung. Lanjut sowan ke keluarga suami.
Lalu, ujian datang.
Aku pendarahan ringan, tanpa kontraksi. Aku pernah dinasehati untuk tidak kecapekan. Tapi beginilah badan merasa tidak lelah. Ternyata dedek di rahim kelelahan. Malam sebelum tidur ke kamar mandi dan aku kaget setengah mati. Apakah aku keguguran?
Langsung panggil suami dan menangis. Hampir menangis semalaman jika suami tidak mengingatkan untuk jangan menambah stres dengan menangis. Aku mengamini, dan tangis berhenti. Tapi rasanya dada sesak sekali. Allah, apakah aku kuat jika harus kehilangan? Allah apakah aku telah lalai dengan amanahmu? Dan sepanjang malam terus berdoa, berusaha tenang, dan istirahat.
Paginya kami ke bidan. Bidan menyatakan abortus iminer atau ancaman keguguran. Diberi obat dan diminta kontrol 3 hari lagi. Aku bersyukur bidan tidak menyabar-nyabarkan atau sebaliknya menyalahkan. Bidan hanya menyampaikan dengan netral.
"Ketika kopulasi terjadi, maka janin yang kuat akan bertahan. Hasil kopulasi yang buruk, seperti apapun dipertahankan biasanya akan tetap gugur. Jadi, insya Allah jika hasil kopulasi mbak dan mas baik, maka bisa bertahan. Jika memang tidak mampu bertahan, ada kemungkinan memang hasil kopulasi kurang baik. Mbak perlu menyiapkan hati." Sekilas mirip menakut-nakuti, ya? Tapi jika hasil kopulasi kurang baik, ada kemungkinan janin cacat atau dengan gangguan. Maka dengan jawaban tersebut, meski sedih aku tetap mempersiapkan diri. Mempersiapkan untuk bahagia, atau untuk menanggung kesedihan.
Doa tak pernah berhenti, "Semoga kamu kuat, nak." "Semoga Allah ridha kita berkumpul hingga kelak kau besar, nak." dan pengharapan sejenis.
Qadarullah, alhamdulillah... hari ketiga flek tak ada sama sekali, mampet. Maka bidan menyatakan insya Allah kehamilan berlanjut. Ikhtiarpun kami lanjutkan. Subhanallah, ternyata hampir kehilangan begitu banget rasanya. Meski awalnya belum siap, ternyata kami sudah merasa menjadi orang tua.
Semoga Allah meridhai kami berkumpul hingga tua kelak. Amiiin...
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
hamil,
Keluarga,
nikah,
rumah tangga
Senin, 01 Juni 2015
AKU HAMIL
Saat mengetahui berita kehamilan, pasti ekspresi tiap pasangan berbeda-beda. Ada yang senang, haru, bisa juga sedih. Tingkat keharuannya pun pasti berbeda antara manten baru dan pasangan yang telah menunggu beberapa lama. Memiliki anak dengan pasangan yang sah adalah sebuah anugerah. Pasti beda rasanya dengan memiliki anak dari hubungan yang belum halal. Na'udzubillah.. semoga kita selalu terhindar dari hal-hal sedemikian.
Jujur, awal menikah aku belum terlalu berpikir memiliki momongan. Meskipun ketika walimah tiap ada yang mendoakan tetap diaminkan. :3 *pernah juga nggak mengamini ding.
"Semoga cepet dapet momongan ya.."
"Ehehehmm... " //cuma cengar cengir.
Bukan, bukan ingin mencederai takdir Allah, saat itu aku terlalu banyak berpikir. Bahkan masalah anak ini sudah aku bincangkan dengan calon suami sebelum kami menikah. Aku beralasan, Anak kecil itu cepat sekali besar. Aku merasa belum mampu secara ilmu untuk menjadi ibu yang baik. Sekarang saja masih belajar jadi isteri. Nanti jika cepat punya anak, sedang kita belum siap secara keilmuan bagaimana? Ketika anak bertanya namun kita tidak bisa menjawab, ketika pondasi keagamaan terlambat diberikan karena kurang belajar. Masalah rumah tangga dan anak rasanya menjadi hal sangat serius untukku. Khawatir kurang ilmu untuk menjadi ibu yang baik. Merasa banyak yang kurang. Aku pengen belajar dulu, baru jadi ibu ketika siap. Dan calonku pun memahami.
Setelah menikah, akhirnya aku sadar. Kenapa aku mendahului Allah? Bukankah Allah lebih memahami hambaNya daripada kita sendiri? Buktinya Allah percepat jodohku, padahal awalnya belum kepikiran. Berarti Allah menganggap aku mampu kan? Allah tak menguji hambanya di luar batas kemampuannya.
Maka berbekal keyakinan pada Allah, aku dan suami berpikir baik saja. Kalau memang diberi momongan segera, berarti Allah ingin kita cepat belajar. Belajar lebih dewasa dan menjadi orang tua. Allah menitipkan amanah, berarti Allah percaya. Yang perlu kami lakukan hanya ikhtiar, doa, dan tawakal.
Bismillah..
Sebulan pernikahan, Allah menitipkan jundi kecil di rahimku. Suami sudah punya firasat lebih dulu meski aku baru telat tiga hari. *cuma karena ku jadi sering bersendawa*. Akhirnya benar, setelah telat hampir seminggu, testpack menunjukkan dua garis. Alhamdulillah...
Dulu aku berharap suami kaget, haru, nangis2 gitu.. tapi pas kukabari aku positif, dia dengan wajah tenang berujar, "Alhamdulillah..." gitu doang.
"Mas udah nebak, ya?"
"Iya."
Dan kejutan pun gagal.
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Jujur, awal menikah aku belum terlalu berpikir memiliki momongan. Meskipun ketika walimah tiap ada yang mendoakan tetap diaminkan. :3 *pernah juga nggak mengamini ding.
"Semoga cepet dapet momongan ya.."
"Ehehehmm... " //cuma cengar cengir.
Bukan, bukan ingin mencederai takdir Allah, saat itu aku terlalu banyak berpikir. Bahkan masalah anak ini sudah aku bincangkan dengan calon suami sebelum kami menikah. Aku beralasan, Anak kecil itu cepat sekali besar. Aku merasa belum mampu secara ilmu untuk menjadi ibu yang baik. Sekarang saja masih belajar jadi isteri. Nanti jika cepat punya anak, sedang kita belum siap secara keilmuan bagaimana? Ketika anak bertanya namun kita tidak bisa menjawab, ketika pondasi keagamaan terlambat diberikan karena kurang belajar. Masalah rumah tangga dan anak rasanya menjadi hal sangat serius untukku. Khawatir kurang ilmu untuk menjadi ibu yang baik. Merasa banyak yang kurang. Aku pengen belajar dulu, baru jadi ibu ketika siap. Dan calonku pun memahami.
Setelah menikah, akhirnya aku sadar. Kenapa aku mendahului Allah? Bukankah Allah lebih memahami hambaNya daripada kita sendiri? Buktinya Allah percepat jodohku, padahal awalnya belum kepikiran. Berarti Allah menganggap aku mampu kan? Allah tak menguji hambanya di luar batas kemampuannya.
Maka berbekal keyakinan pada Allah, aku dan suami berpikir baik saja. Kalau memang diberi momongan segera, berarti Allah ingin kita cepat belajar. Belajar lebih dewasa dan menjadi orang tua. Allah menitipkan amanah, berarti Allah percaya. Yang perlu kami lakukan hanya ikhtiar, doa, dan tawakal.
Bismillah..
Sebulan pernikahan, Allah menitipkan jundi kecil di rahimku. Suami sudah punya firasat lebih dulu meski aku baru telat tiga hari. *cuma karena ku jadi sering bersendawa*. Akhirnya benar, setelah telat hampir seminggu, testpack menunjukkan dua garis. Alhamdulillah...
Dulu aku berharap suami kaget, haru, nangis2 gitu.. tapi pas kukabari aku positif, dia dengan wajah tenang berujar, "Alhamdulillah..." gitu doang.
"Mas udah nebak, ya?"
"Iya."
Dan kejutan pun gagal.
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
aku,
Keluarga,
nikah,
rumah tangga
Rabu, 27 Mei 2015
Mas, Kamu Cenayang, ya?
"Kamu cenayang, ya?" kataku suatu hari padanya. Gimana enggak, dia bisa menebak hal yang belum kuceritakan. Dia seperti bisa menebak apa yang kupikirkan.
Dia cuma tertawa.
"Cenayang itu apa?" //Deng
Ahahaha...
Aku orang dengan sense yang bagus. Tapi bukan intuisi. Sebaliknya, dia punya intuisi yang bagus. Mungkin itu salah satu penyebab dia bisa membaca, mengira-ira apa yang dipikirkan orang lain. Sebuah kelebihan, yang dalam waktu bersamaan menjadi sebuah kekhawatiran.
"Aku khawatir kalau terlalu bisa menebak perasaan orang."
Gantian aku yang ketawa mendengar dia berkata demikian. Mana mungkin, paling juga cuma kebetulan.
Jujur aku jarang mempercayai yang namanya ikatan batin. Aku belum pernah merasa pengen berbuat sesuatu dan tenyata perbuatanku itu berpengaruh bagi orang lain. Belum pernah secara langsung merasa demikian. Aku lebih merasa emejing ketika terjadi sebuah kebetulan. Seperti ketemu beberapa kali secara nggak sengaja dengan orang yang sama. Atau kebetulan ketemu pas setelah berpikir, "Mungkin nggak ya aku ketemu dia." *ini rada nyrempet masa lalu* Nah, hal-hal semacam itu barulah emejing. Dan aku sebelumnya belum pernah mengalami kebetulan emejing dengan suamiku ini. Sebelumnya nggak pernah saling ketemu nggak sengaja, atau pake baju samaan nggak sengaja. Nggak pernah.
Sedikit cerita, kemarin pulang ngajar, tetiba pengen Cappucino Cincau atau cemilan manis. Motor berjalan, "Ethek ethek ethek..."
Duh, pengen yang manis-manis. Capcin? Nggak ah, nggak sejalur. Mampir toko beli coklat? Atau es krim aja yang murah?
*mikir-mikir*
Ah jangan deh, eman duit belanja. Jangan jajan Qia! Ntar aja kalau udah gajian. Tapi kok pengen coklat ya..
*lanjut mikir*
Oh iya, kan ada roti tawar dan meses! Yes, bisa.
Akhirnya pulang bikin roti oles meses.
Waktu berjalan dan disibukkan nyiapin makan malam.
Abis maghrib mas pulang bawa kresekan.
"Mas kayak bapakku deh, seneng belanja." komenku padanya.
Kubuka kresek dan kukeluarkan satu satu isinya. Aku merasa emejing. Isinya adalah barang-barang yang tadi kubatin dalam hati.
#Apa sebaiknya aku sms mas titip erok-erok buat goreng, ya? Kelupaan beli. Jangan ah, ntar ndak pulangnya telat --> ternyata dia beli
#Mas, kayaknya kita butuh engkrak kecil --> ternyata dia beli
#Hmm.. mungkin nggak ya dia pulang-pulang bawa coklat? Ahahaha.. nggak mungkin. --> TERNYATA DIA BELI COKLAT PLUS ES KRIM!
Padahal dia belanja tanpa sepengetahuanku. //Lalu diapun kehabisan uang
Aduuh, mas.. tau aja aku nggak tega beli coklat pake uang belanja. :")
Girang bangeet.. XD
"Kok tahu sih aku lagi pengen coklat sama es krim? Padahal aku nggak bilang."
"Perasaan aja."
Dan akhirnya aku merasa emejing.
"Kaaan, kamu cenayang ya, mas?"
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Dia cuma tertawa.
"Cenayang itu apa?" //Deng
Ahahaha...
Aku orang dengan sense yang bagus. Tapi bukan intuisi. Sebaliknya, dia punya intuisi yang bagus. Mungkin itu salah satu penyebab dia bisa membaca, mengira-ira apa yang dipikirkan orang lain. Sebuah kelebihan, yang dalam waktu bersamaan menjadi sebuah kekhawatiran.
"Aku khawatir kalau terlalu bisa menebak perasaan orang."
Gantian aku yang ketawa mendengar dia berkata demikian. Mana mungkin, paling juga cuma kebetulan.
Jujur aku jarang mempercayai yang namanya ikatan batin. Aku belum pernah merasa pengen berbuat sesuatu dan tenyata perbuatanku itu berpengaruh bagi orang lain. Belum pernah secara langsung merasa demikian. Aku lebih merasa emejing ketika terjadi sebuah kebetulan. Seperti ketemu beberapa kali secara nggak sengaja dengan orang yang sama. Atau kebetulan ketemu pas setelah berpikir, "Mungkin nggak ya aku ketemu dia." *ini rada nyrempet masa lalu* Nah, hal-hal semacam itu barulah emejing. Dan aku sebelumnya belum pernah mengalami kebetulan emejing dengan suamiku ini. Sebelumnya nggak pernah saling ketemu nggak sengaja, atau pake baju samaan nggak sengaja. Nggak pernah.
Sedikit cerita, kemarin pulang ngajar, tetiba pengen Cappucino Cincau atau cemilan manis. Motor berjalan, "Ethek ethek ethek..."
Duh, pengen yang manis-manis. Capcin? Nggak ah, nggak sejalur. Mampir toko beli coklat? Atau es krim aja yang murah?
*mikir-mikir*
Ah jangan deh, eman duit belanja. Jangan jajan Qia! Ntar aja kalau udah gajian. Tapi kok pengen coklat ya..
*lanjut mikir*
Oh iya, kan ada roti tawar dan meses! Yes, bisa.
Akhirnya pulang bikin roti oles meses.
Waktu berjalan dan disibukkan nyiapin makan malam.
Abis maghrib mas pulang bawa kresekan.
"Mas kayak bapakku deh, seneng belanja." komenku padanya.
Kubuka kresek dan kukeluarkan satu satu isinya. Aku merasa emejing. Isinya adalah barang-barang yang tadi kubatin dalam hati.
#Apa sebaiknya aku sms mas titip erok-erok buat goreng, ya? Kelupaan beli. Jangan ah, ntar ndak pulangnya telat --> ternyata dia beli
#Mas, kayaknya kita butuh engkrak kecil --> ternyata dia beli
#Hmm.. mungkin nggak ya dia pulang-pulang bawa coklat? Ahahaha.. nggak mungkin. --> TERNYATA DIA BELI COKLAT PLUS ES KRIM!
Padahal dia belanja tanpa sepengetahuanku. //Lalu diapun kehabisan uang
Aduuh, mas.. tau aja aku nggak tega beli coklat pake uang belanja. :")
Girang bangeet.. XD
"Kok tahu sih aku lagi pengen coklat sama es krim? Padahal aku nggak bilang."
"Perasaan aja."
Dan akhirnya aku merasa emejing.
"Kaaan, kamu cenayang ya, mas?"
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Jumat, 22 Mei 2015
Story of My Life: Allah Mempertemukanku dengan Takdirku
Pernah scroll beranda tumblr dalam suatu malam dan nemu kak Uti nulis beginian. Sontak aku merasa related. Gimana enggak? Ini aku banget.
bagaimana jika–takdirmu hadir dalam hidupmu saat kau sedang jatuh cinta pada seseorang lain?
saat kau telah memiliki segudang rencana untuk hidup bersama orang yang kau cintai?
atau sekadar, saat kau sedang mati-matian membuat dirimu–menarik dan mengambil perhatian seorang itu?
kau tau, Tuhan tidak pernah bermain dadu.
maukah kau memperjuangkan orang yang kau cintai–dengan mengikhlaskannya? meninggalkan dan siap ditinggalkan pada saat yang sama.
maukah kau memperjuangkan takdirmu–dengan menerima kehadirannya? apa adanya dan tanpa sisa untuk yang lain.
maukah kau berjuang?
Tags: ceritacinta"
credit: Mbak Prawita Mutia
Bagaimana jika takdirmu hadir saat kau sedang jatuh cinta pada seseorang yang lain?
.. saat kau sedang mati-matian membuat dirimu menarik dan mengambil perhatian orang itu?
tambahannya, .. saat kau sedang berusaha menjadi lebih baik untuk orang itu?
Aku pernah menggantungkan harapan pada manusia, dan ini salah. Tentu saja. Hingga Allah menyadarkanku dengan sebuah dentaman keras di hati hingga aku benar-benar sadar. Bahwa yang menjadi motivasiku adalah salah. Bahwa setan telah mnyesatkanku terlampau jauh. Bahwa aku terlalu hanyut dengan permainan kata yang mencitrakan cinta dengan begitu menwan. Tentang bahwa setiap hati butuh satu nama untuk selalu diamini.
Teguran Allah telah mengubah piranku. Menamparku hingga batas kesadaranku berujar, rasa sakit itu adalah anugerah. Bahwa aku masih terlalu cemen, dan harus mendewasakan hatiku untuk mengambil pelajaran dari setiap tanda-tandaNya.
maukah kau memperjuangkan takdirmu dengan menerima kehadirannya?
Gais. kita tak pernah tahu takdir hingga takdir itu telah terjadi. Maka dari mana kita tahu bahwa seseorang itu adalah takdir yang musti kita perjuangkan?
Tiba masa ketika seseorang datang dengan segala niat baiknya, keseriusannya, memintaku menjadi motivasinya, menjadi pendampingnya hingga akhir hayatnya. Apakah aku telah yakin dia takdirku? Tentu tidak. Aku hanyalah manusia bodoh yang masih berusaha mengeja tiap tanda-tandaNya setiap hari. maka semua kukembalikan pada Allah. Dzat yang Maha Tahu segala sesuatu. Jika Allah meridhaiku dengannya, aku yakin akan dilancarkan hingga tiba waktunya janji. Namun jika tidak, Allah punya banyak cara untuk menegurku.
Waktupun bergulir..
Cobaan datang
Onak menyapa
hingga aku goyah dan tak tahu cara bersikap
Maka aku kembali menengok hatiku. Masih adakah nafsu disana? Sudahkan aku memandang semua dengan netral? Masihkah masa lalu dan rasa lama tersangkut hingga menghalangiku untuk obyektif? Adakah semua itu menghalangiku menerjemahkan petunjuk Allah?
Tak ada cara lain, aku harus bersujud. Bertanya. Dan total percaya bahwa Allah akan menunjukkan.
"Jodohmu itu hanya satu, menggunakan jalan yang batil jodohmu tetap dia, menggunakan jalan yang baikpun jodohmu tetap dia. kita hanya perlu memilih akan menyambutnya dengan jalan apa. Jika hasilnya sama, maka mengapa tak kita sambut dengan jalan yang baik?" (Hasil ngobrol sama Aini)
Kembali menyadari kelemahan dan meminta Allah menentukan semua. Aku yakin Allah tahu dengan siapa aku bisa saling memantaskan.
Maka dengan segala kepasrahan, dengan menghilangkan segala nafsu, dengan menyimpan masa lalu tetap di belakang, bismillah.. ridha Allah jatuh pada dia yang dengan istiqamah memperjuangkanku. Bukan semata karena cinta. Tapi karena Allah. Karena ibadah.
Setelah menetralkan hati, Allah menunjukkan jalanNya.
Bertahun-tahun aku menjaga hati dan prinsipku untuk tidak pacaran.
Bertahun-tahun pula diapun menjaga dirinya untuk tidak pacaran.
Kami sama-sama pernah menyimpan hati untuk orang lain, tapi sama-sama tak pernah melanggar prinsip. Hingga Allah saling memantaskan kami untuk satu sama lain. Hingga Allah meridhai janji itu terlaksana, kami tetap saling menjaga diri. Subhanallah..
semoga terus menjadi pasangan yang pandai menjaga diri *dan satu sama lain*
Temanggung, Sabtu, 2 Mei 2015.
Allah menghalalkan ia untukku, dan aku untuknya. Cinta, adalah suatu hal yang dapat dibangun bersama.
Menikah tak selalu harus dimulai dengan cinta, tapi harus dimulai dengan ridhaNya.
Selalulah percaya, Allah tahu yang terbaik untuk kita.
Thanks for always believing me, mas.
Semoga Allah meridhai pernikahan kita. :)
Love you~
Tak harus sama, tp harus sevisi. Tak harus semadzhab, tapi harus seislam.
Kata Fahd kurang lebih begini, Rumah tangga adalah bagai rumah dengan tangga di dalamnya. Tiap tangga mewakili fase menuju kedewasaan. Jika tangga itu rusak, bukan berarti kita harus berpindah rumah dan berganti rumah baru, tapi yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki tangganya.
Allahu a'lam bish showab.
Semoga Allah meridhai kita semua.
Semangaaat!
.. saat kau sedang mati-matian membuat dirimu menarik dan mengambil perhatian orang itu?
tambahannya, .. saat kau sedang berusaha menjadi lebih baik untuk orang itu?
Aku pernah menggantungkan harapan pada manusia, dan ini salah. Tentu saja. Hingga Allah menyadarkanku dengan sebuah dentaman keras di hati hingga aku benar-benar sadar. Bahwa yang menjadi motivasiku adalah salah. Bahwa setan telah mnyesatkanku terlampau jauh. Bahwa aku terlalu hanyut dengan permainan kata yang mencitrakan cinta dengan begitu menwan. Tentang bahwa setiap hati butuh satu nama untuk selalu diamini.
Teguran Allah telah mengubah piranku. Menamparku hingga batas kesadaranku berujar, rasa sakit itu adalah anugerah. Bahwa aku masih terlalu cemen, dan harus mendewasakan hatiku untuk mengambil pelajaran dari setiap tanda-tandaNya.
maukah kau memperjuangkan takdirmu dengan menerima kehadirannya?
Gais. kita tak pernah tahu takdir hingga takdir itu telah terjadi. Maka dari mana kita tahu bahwa seseorang itu adalah takdir yang musti kita perjuangkan?
Tiba masa ketika seseorang datang dengan segala niat baiknya, keseriusannya, memintaku menjadi motivasinya, menjadi pendampingnya hingga akhir hayatnya. Apakah aku telah yakin dia takdirku? Tentu tidak. Aku hanyalah manusia bodoh yang masih berusaha mengeja tiap tanda-tandaNya setiap hari. maka semua kukembalikan pada Allah. Dzat yang Maha Tahu segala sesuatu. Jika Allah meridhaiku dengannya, aku yakin akan dilancarkan hingga tiba waktunya janji. Namun jika tidak, Allah punya banyak cara untuk menegurku.
Waktupun bergulir..
Cobaan datang
Onak menyapa
hingga aku goyah dan tak tahu cara bersikap
Maka aku kembali menengok hatiku. Masih adakah nafsu disana? Sudahkan aku memandang semua dengan netral? Masihkah masa lalu dan rasa lama tersangkut hingga menghalangiku untuk obyektif? Adakah semua itu menghalangiku menerjemahkan petunjuk Allah?
Tak ada cara lain, aku harus bersujud. Bertanya. Dan total percaya bahwa Allah akan menunjukkan.
"Jodohmu itu hanya satu, menggunakan jalan yang batil jodohmu tetap dia, menggunakan jalan yang baikpun jodohmu tetap dia. kita hanya perlu memilih akan menyambutnya dengan jalan apa. Jika hasilnya sama, maka mengapa tak kita sambut dengan jalan yang baik?" (Hasil ngobrol sama Aini)
Kembali menyadari kelemahan dan meminta Allah menentukan semua. Aku yakin Allah tahu dengan siapa aku bisa saling memantaskan.
Maka dengan segala kepasrahan, dengan menghilangkan segala nafsu, dengan menyimpan masa lalu tetap di belakang, bismillah.. ridha Allah jatuh pada dia yang dengan istiqamah memperjuangkanku. Bukan semata karena cinta. Tapi karena Allah. Karena ibadah.
Setelah menetralkan hati, Allah menunjukkan jalanNya.
Bertahun-tahun aku menjaga hati dan prinsipku untuk tidak pacaran.
Bertahun-tahun pula diapun menjaga dirinya untuk tidak pacaran.
Kami sama-sama pernah menyimpan hati untuk orang lain, tapi sama-sama tak pernah melanggar prinsip. Hingga Allah saling memantaskan kami untuk satu sama lain. Hingga Allah meridhai janji itu terlaksana, kami tetap saling menjaga diri. Subhanallah..
semoga terus menjadi pasangan yang pandai menjaga diri *dan satu sama lain*
Temanggung, Sabtu, 2 Mei 2015.
Allah menghalalkan ia untukku, dan aku untuknya. Cinta, adalah suatu hal yang dapat dibangun bersama.
Menikah tak selalu harus dimulai dengan cinta, tapi harus dimulai dengan ridhaNya.
Selalulah percaya, Allah tahu yang terbaik untuk kita.
Thanks for always believing me, mas.
Semoga Allah meridhai pernikahan kita. :)
Love you~
Tak harus sama, tp harus sevisi. Tak harus semadzhab, tapi harus seislam.
Kata Fahd kurang lebih begini, Rumah tangga adalah bagai rumah dengan tangga di dalamnya. Tiap tangga mewakili fase menuju kedewasaan. Jika tangga itu rusak, bukan berarti kita harus berpindah rumah dan berganti rumah baru, tapi yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki tangganya.
Allahu a'lam bish showab.
Semoga Allah meridhai kita semua.
Semangaaat!
Minggu, 01 Februari 2015
Dunia Ini Karya Seni Tuhan - #BIOARTNERGY
Hai, karena
aku sok sibuk dan lama nggak posting, jadi aku pengen bayar utang dengan
posting sebanyak-banyak yang aku bisa. Secara selama aku nggak posting itu
sebenernya banyak hal yang kulakukan, banyak tempat kudatangi, banyak gunung
kudaki, lautan kusebrangi, tapi belum sempat dilaporkan di sini. Ahaha.. tunggu
cerita saya komandan! *hormat*
Selamat Datang! >0< |
Oke,
postingan kali ini, aku pengen cerita waktu jalan-jalan ke Bioartnergy. Uopo
kuwi? Jadi ini adalah pameran yang diprakarsai temen-temen dari Pertanian UGM,
khususnya yang berkecimpung di ranah mikrobiologi. Selain temen-temen dari
pertanian, ada temen-teman dari Biologi juga.
Pameran ini,
bertujuan untuk menunjukkan sisi melankoli dari ilmu eksak *tenane?. Yah..
alasan itu aku ngasal aja, sih. Sebagai pengamat pameran, yang aku simpulkan
dari pameran ini adalah, ternyata si kecil mikrobia, dapat dikemas dan menjadi
karya seni yang cantik. Pada dasarnya dunia dan isinya ini memang keajaiban.
Luar biasa. Bahkan dari makhluk yang tak tampak pun Allah menitipkan keindahan.
Bio – Art – (e)Nergy.
Ini
foto-foto yang kuambil di sana. Bahkan sebagai Biolog pun aku takjub dengan
karya-karya para mahasiswa itu. Nggak bisa deh kayaknya kalo nggak punya art
sense. Manis dan banyak warna menarik. Yuk, kita intip dikit suasana di sana
yang bisa kerekan sama aku.
Ini berasal dari sari buah dan sayuran yg sudah diapa-apain, namanya apa aku lupa. Ah, namanya Spirit! |
Rumus fermentasi |
Ratna sama Nia, mau minum anggur? |
Ada muralnya, bro! |
Lukisan wajah pake koloni kapang |
Mural lagi |
Foto-foto sepanjang tangga |
Small world, so cute! |
Kartun unyu. Sang profesor lagi bikin blood agar (sebagai makanan mikrobia) |
Roti berjamur yang keras. Jangan dimakan! |
Cute microbe's world again! |
Cantik-cantik, kan? ini belum semua yang dipamerkan, lho.. di sana sempet icip-icip hasil fermentasi, icip-icip cokelat handmade, dan selfie #tetep. Baiklah, semoga di tahun 2015 ini ada Bioartnergy lagi. Tentu saja yang lebih kece. Mungkin bisa ditambah ranah lain selain mikrobiologi. Dunia dan isinya itu seniiii!
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Categories
hobi,
jalan-jalan
Rabu, 21 Januari 2015
Selasar [Part 1]
Suasana tenang
seperti biasa. Angin semilir menyentil pipi seorang gadis yang asyik dengan
buku bacaannya. Tidak seperti kemarin, hari ini matahari bersinar cerah, namun
tidak terlalu panas. Berawan. Rasanya jadi mengantuk. Mata sang gadis mulai
sayu saking nyamannya suasana pagi ini. Jika namanya tak dipanggil, mungkin ia
benar-benar akan tertidur.
“Bu Elma!”
“Ah, ya? Ada
pertanyaan?” Gadis itu menjawab dengan mata yang ditegar-tegarkan. Melawan
tidur. Suasana dalam kelas sungguh syahdu. Tenang. Anak-anak khusyuk menulis
cerita. Beberapa ada yang sedikit gaduh berbisik-bisik. Tapi tak terlalu
mengganggu.
“Ini, bu..
Kalau menulisnya lebih dari dua halaman boleh? Kurang sedikit lagi.”
“Tadi
persyaratannya bagaimana mas Farikh?”
“Minimal satu
halaman, maksimal dua halaman.”
“Jadi?”
“Nggak boleh.”
“Mas Farikh
pintar sekali mengarang, bu Guru tahu. Nah, coba sekarang buat cerita lebih
pendek dari biasanya. Bisa?”
“Iya, bu.”
“Sip, yang lain
ada yang ingin bertanya? Ya, mbak Sari?”
“Kalau sudah
selesai di kumpul dimana, bu?”
Senyum Elma
mengembang. “Sudah? Wah, cepat sekali! Boleh dikumpul di meja bu Guru.”
Gadis kecil
berjilbab itu maju mengumpulkan bukunya.
“Boleh
istirahat, bu?”
“Iyap, yang
sudah selesai, boleh istirahat, anak-anak.”
“Yeeeey!” Sari
berlari kegirangan menuju kantin. Mau jajan. Anak-anak lain terlihat menjadi
lebih fokus dan terdengar saling berbisik, “Ayo cepetan, ayo cepetan” karena
ingin lebih duluan istirahat. Hanya ada dua anak yang tetap tenang. Farikh dan
Laila.
Selamat membaca dan Happy blogging! \(^0^)/
Langganan:
Postingan (Atom)