Mengoreksi diri sendiri. Aku sadar bahwa aku orang yang
mudah gamang, mudah berganti mood. Aku tidak terlalu pandai, tidak terlalu
cantik, suka menyanyi tapi suaraku tidak terlalu bagus. Tidak ada yang
benar-benar aku kuasai saat ini. Bahasa inggris, bahasa arab, bahasa korea,
semua kukuasai hanya bagian dasarnya saja.
Selama ini aku merasa menulis tentang aku yang seperti ini,
akan menjadi suatu cerita yang menarik. Menceritakan aku yang biasa-biasa saja.
Yang meyerah sebelum mencapai garis finish. Mencoba menyusun kata2 agar kisahku
menjadi kisah yang bagus untuk dibuat suatu cerita. Mencoba, mencoba, mencoba,
tapi selalu tak selesai.
Lalu aku menyadari, tidak ada gunanya menuliskan diriku yang
seperti ini. Mengapa tak kucoba membuka lembaran baru? Menuliskan aku yang baru
pada secarik kertas baru. Menuliskan aku yang gigih berusaha, hingga garis
finish, menuliskan aku yang biasa saja, tapi berkemauan keras. Menjadi aku yang
mengejar banyak impian.
Kini aku mendeklarasikan diri untuk berhenti menuliskan aku
yang payah, menghapusnya, dan memulai menuliskan aku yang baru!karena tanpa
menghentikan aku yang seperti ini, cerita tentangku tak kan pernah selelsai.
AKU BISA! AKU BISA! AKU BISA!
0
komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D
Satu lagi lagu korea yang lembut. enak buat suasana tenang, atau sedih, atau jatuh cinta. q posting di sini, sekalian buat belajar ya.. :)
Because of Love (OST Warrior baek-han seung yeon
어쩌다가 너를 만나서 eojjeodaga neoreul mannaseo 어쩌다가 사랑을 알아서 eojjeodaga sarangeul araseo 어쩌다가 이렇게 돼버린 거니 eojjeodaga ireoke dwaebeorin geoni 어쩌다가 이 못난 가슴 eojjeodaga i motnan gaseum
그 사랑 때문에 내가 울어 geu sarang ttaemune naega ureo 그 사랑 때문에 내가 아파 geu sarang ttaemune naega apa 바라만 보다가 그저 눈물 짓다가 baraman bodaga geujeo nunmul jitdaga 가슴이 닳고 닳아서 gaseumi darko darhaseo 멈춰야 하는데 그게 안돼 meomchwoya haneunde geuge andwae 잊어야 하는데 그게 안돼 ijeoya haneunde geuge andwae 이 못된 사랑아 이 몹쓸 사랑아.. i motdoen saranga i mopsseul saranga.. 난 어쩌니 nan eojjeoni
그 사랑 때문에 내가 울어 geu sarang ttaemune naega ureo 그 사랑 때문에 내가 아파 geu sarang ttaemune naega apa 바라만 보다가 그저 눈물 짓다가 baraman bodaga geujeo nunmul jitdaga 가슴이 닳고 닿아서 gaseumi darko dahaseo 멈춰야 하는데 그게 안돼 meomchwoya haneunde geuge andwae 잊어야 하는데 그게 안돼 ijeoya haneunde geuge andwae 이 못된 사랑아 이 몹쓸 사랑아 i motdoen saranga i mopsseul saranga
난 어쩌니 nan eojjeoni 널 사랑해 널 사랑해 눈물 같은 말 neol saranghae neol saranghae nunmul gateun mal 다 비워도 다 지워도 자꾸 차올라 da biwodo da jiwodo jakku chaolla 사랑하면 할수록 다가가면 갈수록 saranghamyeon halsurok dagagamyeon galsurok 더해질 아픔이 두려워 지지만 deohaejil apeumi duryeowo jijiman
그 사랑 때문에 내가 살아 geu sarang ttaemune naega sara 그 사랑 때문에 눈물 나도 geu sarang ttaemune nunmul nado 난 니가 아니면 그 사랑 아니면 안되니까 nan niga animyeon geu sarang animyeon andoenikka 널 잊는 것보다 널 기다리는 게 쉬우니까 neol itneun geotboda neol gidarineun ge swiunikka
Apa yang terlintas di benakmu setelah mendengar kata musik? Musik pasti punya tempat tersendiri di hati tiap orang. entah tempatnya di tengah atau cuma mintip-mintip di pojokan. buat aku sendiri, musik itu seperti.. apa ya,, oksigen? ah, lebay! bukan. air? bukan juga. hmm.. mungkn musik seperti pelangi, mewarnai hari-hariku. entah kenapa musik menjadi kebutuhan. musik bisa jadi penanda moodku. :)
ga bisa nyanyi dengan bagus sih, tapi bodo amat, kalo pengen nyanyi, ya nyanyi aja. hehehe.. (musti minta maaf bwt org2 yg terkena polusi suaraku, haha). Musisi paling favorit: Ebiet G. Ad. :D
biarin aja mau dibilang selera jadul, tapi lagu2nya emang TOP ko! ini bkan berarti aku ga tau lagu jaman sekarang loh, Indonesia, jepang, korea, barat, aku tau. cuma g semuanya.
kalau aku lagi marah, biasanya aku males nyanyi. kalau aku lagi seneng, nyanyinya sambil senyum-senyum. kalau aku lagi melankolis, nyanyinya genre galau ---> sejak kpan galau jadi genre? tanyakan pada rumput yang bergoyang. kalau lagi hari-hari biasa, normal, g da masalah, nyanyi truz. ga bisa deh, diem di tempat sepi. kalau semuanya lagi diem, gatel rasanya mulut ini pengen mendendangkan lagu.
postingan ini, asli ga penting banget. cuma lagi ingin menuliskannya saja. :p tapi aku beneran cinta musik. apalagi musik alam. suka banget sama suara air, suara jangkrik malem-malem, suara kodok, dan suara-suara yang lain. kecuali jika semua suara itu dijadikan bunyi alarm. -__-
dengarkan musik, riangkan harimu. semoga hari-hari kita selalu menyenangkan. tapi jangan lupa beribadah. :)
sekian postingan ga jelas dari saya.. hahaha :D :D :D
Aku hanya ingin sedikit bercerita. Sedikit saja. Maka, diamlah sejenak dan dengarkan aku bicara. Aku gamang. Masih gamang. Ah, perasaan apa ini? Kosong. Hari-hari kulalui tanpa diriku ikut di dalamya. Lalu kemana diriku? Aku merasa tak utuh sama sekali. Tak merasa benar-benar melakukan apa yang aku lakukan. Semua mengalir begitu saja menuruti perasaan yang aku sendiri tak tahu apa namanya. Seringkali perasaan itu mengalahkan akalku. Ia menang dengan sukses tanpa perlawanan yang berarti. Hei! Kemana akalku? Kenapa ia diam saja? Bukankah ia tahu bahwa perasaan itu menjajah diriku. Ah, hatiku. Sama saja, ia menenggelamkan diri dalam kotak tak bernama. Sesekali menjengukku untuk sekedar memantau sejauh mana perasan itu menjajah aku. Ah, ia hanya melihat saja. Hatiku kadang menjadi penengah, namun ia pun hanya setengah-setengah.
Tidak ada lagi yang dapat aku andalkan! Tidak akal, tidak hati, bahkan diriku sendiri. Ragaku utuh, iya! Aku masih waras, jelas! Tapi mengapa aku merasa hanya menjadi manusia setengah? Padahal aku sedah lebih dewasa kini. Umur 19 tahun tentu bukan umur yang terlalu muda untuk memahami hidup. Tapi mengapa aku justru tak bisa memahami hidupku kini? Jika dulu jalan di depanku jelas terlihat dan siap ditapaki, sekarang wujudnya kabur. Seperti hologram yang rusak atau signal yang terputus-putus. Akal dan hatiku tak utuh agaknya. Lalu pada siapa lagi aku minta tolong. Apapun yang kurasakan, aku tetap terlihat utuh. Orang lain tak mungkin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku memang pandai berpura-pura. Lihai benar! Banar-benar tak ada yang tahu bahwa sekarang kesadaranku semakin hilang digerogoti perasaan itu, parlahan tapi pasti. Tidak! Bukan aku menikmati keadaan ini. Sama sekali bukan! Aku hanya tak tahu penanganan apa yang sesuai untukku. Perlukah aku bertanya pada orang lain, “Hey apa ada obat memulihkan jiwa? Jiwaku hilang setengah, nih!” atau aku harus bertanya pada dokter spesialis hati, “Dok, bisa beri saya obat pembunuh perasaan yang menggerogoti hati dan jiwa saya? Saya sedang tidak utuh, Dokter…” Ah, kupikir tak ada solusi yang tepat. Ketika bertanya pada kakak angkatanku yang notabene lebih ‘bijaksana’, ia malah bertanya dengan nada retoris, “Setengah?” dengan sorot mata yang melambangkan bahwa ia pun tak punya saran unutk diajukan. Atau mungkin ia tak cukup respek menghadapiku, mendengar keluhanku. Mungkin menurutnya, menurut siapapun, ini bukan masalah yang terlalu penting untuk ditangani. Aku menyindir? Bukan. Bisa saja kan? Mereka terlalu sering mengurusi masalah besar. Masalah umat, kampus, dan Negara. Masalah-masalah pelik tentang ekonomi, sosial dan bisnis, semua mereka punya solusi. Tak ada ruang untuk masalahku. Bukankah biasanya orang yang terlalu sering mengurusi hal besar lupa dengan urusan kecilnya? Tak percaya? Banyak kok yang begitu. Para aktifis yang lupa mengurus dapurnya sendiri dan ibu-ibu yang lupa meneteki anaknya dengan kasih sayang.
Ya, dunia sudah berubah. Mengurus hal kecil, sudah tak terlalu bergengsi sekarang. Mengurus rumah tak ada orang yang melihat, terabaiakan. Padahal para ibu butuh eksistensi kan? Bukan salah meraka jika akhirnya bekerja lebih penting dari menemani anak di rumah. Toh, untuk anaknya juga. Setidaknya pemikiran seperti itu yang aku tahu.
Ah, aku memang banyak bicara, banyak menasehati dan sok tahu. Banyak yang anggap aku bijaksana dan berbondong-bondong curhat padaku. Jawabanku selalu memuaskan mereka. Tapi, puaskah aku? Tidak! Sesaat mungkin aku merasa lebih pintar dan teramat hebat karena dapat menyelesaikan masalah orang. Heh, masalahku sendiri saja semakin melekat. Mana ada orang tahu kalau di dalam ‘aku’ ada yang meringis kesakitan. Mana mungkin orang tahu, yang terlihatlah yang dipercaya! Meringis kesenangan gambaran wajahku saat itu. Jadi, mereka bilang, aku bahagia.
Aku bukannya anak yang kuper dan aku tahu itu. Di setiap tempat, aku bisa dapat teman dengan mudah jika aku ingin. Hanya saja keinginanku itu hanya dapat muncul kadang-kadang.
Orang bilang aku supel. Bisa berteman dengan banyak jenis orang. Berteman dengan ahlul masjid bisa. Dengan anak band berbagai aliran dan pencinta alam, masuk. Dengan komunitas comic lover, movie holic, bahkan komunitas kutu buku dan filateli, aku bisa masuk. Bukan berarti aku hanya berteman, sekedar kenal. Tapi aku mengalir bersama mereka, menyatu. Entah mengapa aku merasa bisa menyesuaikan. Sekali lagi, supel katanya! Nyatanya, aku hanya merasa menjadi bunglon yang dapat berubah di setiap tempat dan kondisi. Berkumpul dengan orang Jakarta, logatku kebetawian. Ngobrol dengan banyak jenis logat jawa juga biasa aku lakukan, tergantung dengan siapa aku bicara.
Benarkah aku tidak menjadi diri sendiri? Lalu seperti apa diriku sebenarnya? Apa aku gadis kalem? Pendiam? Atau gadis urakan dan usil? Atau aku gadis serius berkacamata, dengan rambut kepang dua? Terlalu banyak bermain peran agaknya.
Yang aku tahu, aku adalah gadis dengan lubang kegamangan yang selalu dibawanya kemanapun pergi. Mungkin aku harus berpikir begini. “Ya.. beginilah aku, berubah karakter menyesuaikan tempat. Seperti bunglon. Kau tahu bunglon? Yang terbaik adalah menjadi diri sendiri kan? Baik, inilah diriku.. dan aku akan tetap begini.” Begitukah? Bukankah itu sama saja dengan orang yang berpikir mudah marah, itulah aku, maka aku akan menjadi diriku yang begitu, tanpa harus merubah sifatku, karena inilah aku! Akankah aku baik-baik saja jika berpikir demikian?
Maaf, apa kau bosan dengan ceritaku? Biarlah, walau kau bosan, akan tetap aku teruskan. Aku orang yang mudah merasa cukup. Merasa puas hanya dengan pujian. Dapat tersenyum karena orang berkata “Kamu baik”. Dan akhirnya apa yang aku lakukan akan menyesuaikan orang yang ada didekatku. Menyesuaikan dan mengira-ira perilaku apa yang akan membuatnya mengataiku “baik”. Ahahaha… dia kana tipu! Nyatanya aku hanya aktris di teater badut.
Di suatu siang, ketika semua asik berbincang, aku datang dan menambah ramai suasana. Saat itu aku sedang sakit-sakitnya. Entah mengapa lubang kegamangan ini serasa melebar. Menyesuaikan tawaku agaknya. Semakin lebar tawa, semakin lebarlah lubang. Ketika sedang rasa sakit-sakitnya, dan tawa lepas selebr-lebarnya, sekonyong-konyong terdengar suara.
“Gadis, kamu tuh nggak pernah sedih ya? Kayaknya nggak pernah punya masalah, deh!” “Ah, masa? Iya kali, ya?” aku berseloroh. Ah, bodohnya dia! Mana ada orang hidup tanpa masalah? Orang gila saja punya masalah.
Akh, buang-buang waktu saja ternyata mengurusi masalah ini. Biarlah saja, mungkin bagian dari takdirku untuk menjadi bunglon, di abaikan hati dan punya lubang kegamangan. Ya, anggap saja begitu. Toh, tak ada yang ambil pusing dengan hal itu. Mau aku masih berlubang atau tidak, tidak ada yang tahu. Ya kan?
0
komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D
Aku duduk sendiri di kantin sambil
membaca serial One Piece no 25. Entah sudah berapa kali aku mengulang baca
komik-komik One Piece-ku yang Cuma 25 buah.
“Aish.. bilang aja mau ngejek. Ga
usah basa basi, lagi!” cibirku.
“Makanya, jangan telat lagi, lagian
ngapain juga kamu nongol? Biasanya kalo telat kamu bolos, kan? Tapi serius,
suara kamu nggak malu-maluin kok. Jadi pengen denger lagi.”
“makasih deh, pujiannya… berarti besok gue telat lagi aja, ya?”
timpalku bercanda. Atau bakal beneran? (jangan lagi deh!)
“Hahaha, iya! Ide bagus, tuh!” Yuri ketawa ngakak. “Sip, sip.. gue
tunggu deh pokoknya penampilan selanjutnya.”
Seorang pria lewat di depan kami.
Stylenya asik banget! Rambut gondrong sampai tengah leher, hampir menyentuh
bahu, sih. Jamnya gede, rambutnya dikuncir kayak samurai, kaosnya item pake
rompi jeans. Thumb up! Tapi kayaknya aku jarang lihat pria itu, kakak angkatan
kah?
“Yuri, pernah liat tu cowok nggak? Yang
barusan lewat.” Tanyaku padanya.
“Yang mana? Oh.. yang dikuncir? Dia
kan Alex, sekelas sama kita juga tau kalau kelas B. Inggris sama Matematika.”
“Ehh..! Masa? Kok aku nggak tau?!”
sergahku kaget.
Sambil memasang muka ‘of course’
Dita bilang, “Yah… secara dia sejenis sama kamu, tukang telat, tukang bolos!
Pas dia masuk, kamu nggak masuk kali. Pas smester satu sih, kita emang nggak
ssekelas sama dia. Emang kenapa? Jangan-jangan! Kamu tertarik padanya, ya? Oh,
Tuhan… terimakasih, akhirnya teman saya jadi wanita normal seutuhnya!”
“Yee, ngomong sembarangan!
Jelek-jelek gini gue cewek, tau! Lo nggak
liat apa stylenya? Keren banget! Kamu nggak liat tuh, jamnya? Jam model itu udah jarang sekarang.
Dia beli dimana ya..?” Belaku.
“Huu...!”
Yuri manyun sambil mukul kepalaku pelan. “Makan tu jam, jam lagi.. jam lagi..
yang diomongin!”
Dari tahun lalu baju kok Cuma
dionggokkan saja! Kamu ini cewek bukan sih?”
“Yaelah, si kakak berlebihan, nih..
baru juga dua hari..” aku membela diri. “Nggak sempet kak, besok pagi aja kalau
mau berangkat kuliah baru aku setrika.”
“Mana sempet kamu nyetrika pagi,
biasanya juga tidur habis subuh! Heran, deh! Punya adik cewek cuma satu, tapi
malesnya minta ampun! Lihat tuh di dapur, piring gelas belum dicuci! Udah sejak
kapan itu? Sampe-sampe yang di rak udah nggak ada. Sampah menumpuk! Huh, kamu
cewek bukan, sih?” ia mengulang pertanyaannya.
“Apa?! Dasar ni anak….” Kakakku sudah siap
melemparku dengan sandal saat aku buru-buru lari masuk kamar mandi dengan tawa
ngakak yang keras. Kudengar kakak masih uring-uringan, hanya samar-samar karena
kemudian suaranya tertelan air shower yang kubuka penuh. Dan sejenak aku pergi
ke alam lain. Melepas penat seharian karena kuliah.
Air kran mengucur deras. Kuambil gayung pertamaku.
Sendiri
di kamar mandi. Entah mengapa selalu ada perasaan ‘entah apa itu’ jika aku
sendirian. Perasaan apa sebenarnya? Entahlah. ‘Bukan hal yang penting!’ kata
Yuri tiap aku lupa hal yang ingin kukatakan. Mungkin perasaan ini juga tak
penting. Karena aku bukan lupa, tapi tak tahu. Ya, pasti hanya halusinasi,
paranoid atau sejenisnya.
Dan aku kembali menikmati air yang
menyiram tubuhku.
Aku orang yang selalu terlambat.
Entah mengapa itulah cap yang menempel pada diriku. Setidaknya aku pernah tidak
terlambat, walau lebih sering iya.
Seperti pagi ini, aku sudah menyetel
alarm berulang di handphoneku pada pukul 6 pagi. Lagu Stranger Like Me – bunyi
alarmku- sudah berulang kali meraung. Entah karena sudah kebiasaan, atau
kebebalanku, atau kedua-duanya, bukan mataku yang terbuka tapi tanganku yang
meraba-raba HP dan memencet tombol ‘matikan’. Tiap sepuluh menit, lagu itu
bergema lagi karena alarm hpku memang ku setting berulang. Namun, tetap saja,
tanganku bergerak sendiri mematikannya. Hingga aku benar-benar terbangun pada
pukul 6. 45.
“Eeehh? Jam tujuh kurang seperempat?
Aduh! Aduh! Gimana nih?!” Aku terperanjat dan langsung kebingungan mencari alat
mandi. Untung semalam kakakku sempat datang ke apartementku dan menyetrika
baju-bajuku yang dua hari kubiarkan saja kusut. Walau dengan ngomel-ngomel,
kakakku tetap akan menyetrika bajuku. Pada dasarnya dia memang hobby
bersih-bersih dan beres-beres. Mungkin tangannya sudah otomatis bergerak jika
ada sesuatu yang ia rasa tidak bersih dan rapi.
Semalam aku mandi cukup lama. Tidak!
Bukan madiku yang lama. Biasanya aku hanya mandi selama 5 menit. Mungkin aku
banyak melamun di kamar mandi, atau entahlah, aku sendiri tak tahu. Yang jelas
aku keluar setelah kakakku menggedor pintu kamar mandi dengan berkata, “kau ini
mandi apa tidur, sih? Lama amat!”
Setelah aku keluar kamar mandi, dia
gentian masuk, bergegas. Diluar dugaanku, kakak bukan hanya menyetrika
bajuku-yang hanya beberapa potong-, tapi juga membereskan cucian piringku dan
membuang sampah ke luar. Wudih, kakak emang penyelamatku! Tapi, kok cepet, ya?
Kulihat jam dan aku terbelalak. Tadi aku masuk kamar mandi pukul 19.15 dan
sekarang sudah 19.43! Berarti.. aku mandi hamper setengah jam?! Selama itukah?
Sudahlah, kurasa cukup mengingat
tadi malam. Sekarang waktunya bergegas.
Aku sendiri tidak mandi, hanya sikat gigi dan cuci muka, lalu menyemprotkan
minyak wangi secara brutal. Satu pelajaran dari pengalamanku, jika kau memakai
minyak wangi berlebihan, itu indikasi kau belum mandi.
Sekilas ku lihat dua potong sandwich
di atas meja. Kakak pasti membuatnya sebelum pulang tadi pagi. Dia akhirnya
menginap, karena kelelahan. Tapi tak ada waktu untuk makan.
Maaf, kak! Setelah berpakaian kusambar tas, dan langsung berangkat setelah
mengunci pintu.
Bergegas kuturuni tangga. Untung
kamarku hanya ada di lantai dua. Tidak perlu dua kali turun tangga. Apartementku
bukan apartemen mewah. Mungkin lebih cocok disebut rumah
susun. Hanya terdiri
dari tiga lantai dengan enam kamar atau yah... rumah.
Lantai bawah dihuni oleh keluarga
kecil, mereka punya seorang anak perempuan yang lucu sekali. Kamar satunya di
pakai oleh seorang nenek yang tinggal dengan cucunya. Nek Darti, begitu kami
biasa memanggilnya. Nek Darti membuka sebuah warung kecil yang menjual
perlengkapan harian. Warung ini sangat membantu untuk orang pemalas sepertiku
yang enggan berbelanja bulanan. Lantai dua dipakai olehku yang tinggal
sendirian dan kamar depanku dipakai mahasiswa juga, sepertiku. Mereka tinggal
berdua, saudara, dan kembar. Sampai sekarang aku masih senyum-senyum sendiri
jika melihat mereka bersama. Entahlah, aku jarang melihat orang yang
benar-benar kembar seperti mereka. Bahkan suara mereka saja sama!
Lantai tiga hanya dihuni oleh debu
dan angin. Haha… maksudku, belum ada yang menghuninya sampai sekarang.
Angin pagi ini bertiup sepoi-sepoi, namun matahari
sudah bersinar terang. Walau panasnya belum terasa. Bus yang kutumpangi
berjalan tersendat-sendat. Jalanan cukup ramai pagi ini. Yah… jam 7 memang
waktunya orang berangkat kerja. Seperti biasa, aku duduk di dekat jendela.
Memandang jalanan. Sesekali kulirik jam tanganku. Ah.. lima menit lagi kuliah
dimulai. Apa aku akan sampai tepat waktu? Sebenarnya aku panic. Tapi kupikir
buat apa panic? Toh, bus ini tidak berjalan lebih cepat. Biasanya jika aku
merasa akan terlambat, aku tidak akan masuk sekalian. Dosen yang satu ini suka
memberikan hukuman konyol pada mahasiswanya. Bagi yang terlambat, harus
menyanyi di depan kelas! Daripada menyanyi, aku memilih tidak masuk. Tapi kali
ini aku harus tetap masuk, karena aku sudah 5 kali absen untuk mata kuliah ini.
Aku baru smester dua dan aku tidak mau sampai tidak dapat nilai karena absen
kurang.
Setelah yakin aku pasti terlambat,
aku mulai merencanakan lagu apa yang akan kunyanyikan nanti. Hah, konyol
sekali! Tapi mau gimana lagi? Terima nasib saja. Sebenarnya aku suka kuliah
ini, bahasa inggris. Tapi hukumannya…
to be continued..
0
komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D
Jam kacaku menunjukkan pukul
sebelas lebih dua puluh empat menit, dan aku masih belum mengantuk. Habis
membaca ulang serial komik One piece untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi aku
tak bisa tidur walau tengah malam hampir tiba. Hmmm… kubolak-balik komik jilid
18 dan kuletakkan lagi. Bosan. Sekali lagi kulirik jam kacaku, oleh-oleh dari
mekkah selepas ayahku pergi haji. Sudah sepuluh menit aku bergulung-gulung di
karpet kamar kost selepas membaca komik.
Krok.. krok.. krok.. krokkrok…
krok. Handphoneku berbunyi. Ada sms masuk dan segera kubuka.
From: Yuri
20/02/2011 23: 45
Ris,
udah tidur?
Tumben Yuri belum tidur. Haha… sebenernya aku bukan
orang yang suka begadang, bukan insomnia juga, Cuma tidak terbiasa tidur awal.
Kubalas sms Yuri.
Ya,
udah tidur. Sent. Ok!
Yuri, teman SMAku. Peranakan
Jepang-Indonesia dan sekarang tinggal di Yogyakarta. Dia pindah ke Indonesia
saat umur 4 tahun. Jadi kemampuan
berbahasa Indonesianya nggak perlu ditanya lagi. Bahasa jepangnya juga
bagus-dilatih babenya-, dan sekarang sedang serius mendalami bahasa korea karena
terpengaruh aku, mungkin.
Kuambil HP di sampingku dan
kupandangi, ah… Yuri nggak mbales, nih! Kujamin pasti dia sudah tidur. Sekali
lagi kulirik jam kacaku. Ha? Udah jam 1? Cepat amat!
Tubuhku masih tergeletak di atas
karpet, terlentang. Benar-benar bingung mau berbuat apa. Bodoh! Tidur aja,
lagi! Hm… tapi mood tidurku belum
datang. Kuingat-ingat lagi, hari ini tak banyak hal berharga yang kulakukan.
Cuma nonton film, putar-puter video, baca ulang One Piece sama makan. Ah, aku
kan juga mencuci. Ya, Cuma nyuci sepertinya pekerjaan yang bermanfaat hari ini.
Alamak! Hampir lupa belum sholat isya.
Langsung kuberanjak mengambil air
wudhu. Sepi sekali tengah malam begini. Apa temen-temen udah tidur, ya? Auh,
mana gerah, lagi. Apa mau turun hujan? Atau aku belum mandi? Tidak, tidak, aku
sudah mandi tadi sekalian nyuci baju. Ya, kemungkinan besar mau turun hujan.
Mungkin.
Selesai
sholat, kurebahkan lagi tubuhku. Kali ini bukan di karpet, tapi di kasur. Kakak
tidur disampingku. Kupandangi wajah lelahnya. Merasa bersalah padanya karena
harus mempunyai adik sepertiku.
Ah.. Kasur
ini sudah cukup keras. Pekan depan harus kujemur, ah.. Ngomong-ngomong, sudah
berapa kali aku berniat jemur kasur tapi nggak jadi? Tak sengaja kulihat jadwal
kuliah. Wah, besok masuk pagi! Aku harus cepat tidur! Kuambil
handphone,kunyalakan mp3 dan kupasang earphone. Lagu Stand Up for Love-nya
Destinied Child melantun. Cara jitu agar cepat tidur, kembali ke masa
kanak-kanak, lagu nina bobok.
... stranger like me...
“Aish…
berisik!” mataku tertutup rapat, sembari tangan menggerayangi sekitar mencari
asal suara. Kuraih handphoneku dan kutekan tombol off. Lagu berhenti.
....to be continued
0
komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D
0 komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi! Silahkan, bekomentar dengan sopan! :D